Yogyakarta memang selalu menyuguhkan kenangan dan keindahan tersendiri di hati para pengunjungnya. Tidak hanya terkenal karena tradisi, alat musik, dan makanan khasnya, ternyata Yogyakarta juga memiliki salah satu museum sejarah yang menyimpan cerita menarik tentang perjuangan masyarakat Jogja dan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Selain Museum De Mata De Arca ada pula museum lainnya seperti Sejarah Museum Galeri Nasional, Sejarah Museum Joang 45, dan Sejarah Museum IPTEK. Museum tersebut yaitu Museum Jogja Kembali. Museum jogja kembali memang menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang cukup terkenal di Yogyakarta. Tempat wisata satu ini biasanya lebih di kenal dengan nama Monjali. Berikut akan di bahas beberapa hal penting dan sejarah terkait tentang Sejarah Museum Jogja Kembali.
Sejarah Museum Jogja Kembali
Museum jojga kembali didirikan sebagai bentuk peringatan kembalinya Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia di tahun1966, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1966. Seperti yang pernah dijelaskan, Yogyakarta memang pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia dalam kurun waktu 1946-1949. Pada masa tersebut banyak sekali peristiwa penting dan bersejarah dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dilihat pada Museum jogja kembali tersebut. Baca pula artikel terkait tokoh proklamator Indonesia dan perannya.
Sejarah Museum Jogja Kembali mulai dibangun pada tanggal 29 Juni 1985. Seperti hal nya pembangunan lainnya, selalu di lakukan upacara peletakan batu pertama. Upacara tersebut di lakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX di masa itu dan juga di temani oleh Sri Paku Alam VIII. Pendirian bangunan Museum jogja kembali tersebut sebenarnya di inisiasi oleh Wali Kota yang menjabat di masa itu, yaitu Kol. Sugiarto. Pendapat tersebut di nilai bagus dan akhirnya di terima oleh pemerintah untuk terealisasikan. Pemilihan nama Jogja Kembali pun juga memiliki makna tersendiri. Hal ini untuk memudahkan mengingat peristiwa kembalinya Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia waktu lalu. Pembangunan museum ini telah di selesaikan dalam kurun waktu empat tahun dan di nyatakan resmi oleh Presiden Republik Indonesia ke 2 yaitu, Soeharto.
Tata Letak Bangunan Museum Jogja Kembali
Museum jogja kembali berada di desa Sariharjo. Memiliki luas bangunan sekitar 49.000 meter persegi. Seperti yang di ketahui oleh banyak orang, bentuk museum ini memang cukup unik, yaitu berbentuk kerucut layaknya gunung. Hal ini tidak lain karena memiliki maksud merepresentasikan Yogyakarta yang memiliki gunung api Merapi. Tidak hanya itu, ada pula anggapan bentuk kerucut tersebut sebagai arti kesuburan tanah Yogyakarta dan bentuk pelestarian budaya dan tradisi pada masa pra sejarah. Baca juga mengenai Sejarah Candi Plaosan.
Di halaman utama, akan ditemui lahan luas yang memang disediakan untuk panggung apabila ada pertunjukkan modern atau pun tradisional. Tidak hanya itu, ada pula meriam yang cukup besar yaitu Meriam PSU Kaliber yang di buat khusus oleh Rusia. Selain itu, ada pula replika Pesawat Guntai dan Cureng yang di gunakan pahlawan waktu lalu untuk berjuang melawan Belanda. Setelah itu ada pula puisi yang terkenal dari Chairil Anwar yang di tuliskan di dinding besar dengan judul puisi Karawang-Bekasi. Tidak hanya itu, di dinding juga dapat ditemukan beberapa nama pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. sekitar 422 nama tertuliskan sebagai bentuk bangga masyarakat Yogyakarta atas perjuangan pahlawan lalu sejak tanggal 19 Desember 1948 sampai tanggal 29 Juni 1949.
Koleksi Museum Jogja Kembali
- Lantai Pertama
Bangunan tersebut terbagi menjadi 3 lantai bangunan. Pada lantai pertama digunakan sebagai museum, perpusatakaan, pujasera, dan tempat auditorium. Perpustakaan tersebut berisi referensi sejarah baik perjuangan di Yogyakarta secara khusus maupun daerah lainnya di Indonesia secara umum. Menariknya, perpustakaan ini tidak hanya sekadar menyimpan dokumen tersebut, namun juga dapat di gunakan oleh masyarakat umum untuk di baca dan menambah pengetahuannya.
2. Lantai 2
Kemudian, di lantai 2 akan di dapati diorama yang memiliki cerita atau penggambaran terkait perjuangan para pahlawan dan masyarakat Yogyakarta di waktu lalu dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia saat penjajahan Belanda. Penjajahan tersebut berlangsung sejak bulan Desember 1948 sampai pada bulan Juli 1949. Diorama tersebut di awali dengan peristiwa berlangsungnya Agresi Militer Belanda II yang mendaratkan diri di Yogyakarta. Kemudian ada pula cerita penguasaan lapangan udara Adisucipto oleh Kapten Van Langen. Tidak kalah menarik juga diceritakan peran yang sangat penting dari perjuangan Jenderal Soedirman dalam mempertahankan kemerdekaan meski saat itu keadaan beliau sedang sakit paru-paru. Meski demikian Jenderal Soedirman tetap memaksakan diri untuk berjuang dan berkorban demi Yogyakarta.
3. Lantai Ketiga
Sedangkan lantai 3 memang dikhususkan untuk mendoakan jasa para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangan lalu. Tempat ini lebih sering disebut dengan nama Garbha Graha. Di lantai ini, juga dapat ditemui bendera merah putih yang diletakkan di tengah ruangan. Selama menyusuri tangga, akan ditemukan pula relief-relief yang menceritakan perjuangan tersebut. Banyak sekali cerita perjuangan yang tidak hanya menceritakan kembalinya Yogyakarta namun pada relief ini lebih diceritakan secara detail bagaimana Indonesia pada umumnya memperjuangkan kembali kemerdekannya sejak 17 Agustus 1945 sampai benar mendapatkan pengakuan di lingkup internasional atas kemerdekaan tersebut pada tanggal 27 Desember 1949. Ada pula peristiwa lain seperti serangan 1 Maret 1949 yang juga diceritakan pada relief tersebut. Serangan ini secara garis besar menceritakan tentang penarikan kembali presiden beserta wakil yaitu Ir Soekarno dan Moh Hatta yang di tangkap dan di asingkan oleh Belanda. Serangan ini di pimpin oleh Letkol Soeharto.Cerita perang Banten juga diceritakan.
Jam Buka dan Harga Tiket Masuk
Museum Jogja Kembali di buka tiap hari meskipun pada hari libur. Untuk harga tiket masuk pun di sesuaikan dengan harinya. Pada hari biasa, pengunjung di kenakan harga Rp. 10.000. Sedangkan di hari libur dan hari besar nasional, harga tiketnya sebesar Rp. 15.000. Sedangkan jam pelayanannya di buka pada pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB. Tidak ada paket khusus yang di sediakan untuk pengunjung sehingga harga ini dikenakan dalam hitungan per orangan seperti pada umumnya. Jika berkunjung pada waktu yang beruntung, di hari khusus juga terdapat penyelenggaraan festival budaya baik tarian, musik, atau adat lainnya yang di gelar di halaman utama museum. Mayoritas masyarakat menanti festival keroncong yang di selenggarakan setelah hari Raya Idul Fitri.
Berwisata sejarah menjadi hal yang juga perlu di lakukan untuk menambah pengetahuan dan kepedulian diri terhadap perjuangan para pahlawan. Terlebih di Sejarah Museum Jogja Kembali juga di sediakan tempat khusus untuk mendoakan para pahlawan yang telah gugur. Ini bisa menjadi cara para masyarakat untuk menghargai jasa pahlawan yang sudah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.