Museum Radya Pustaka yang berada di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo merupakan museum tertua di Indonesia yang memajang koleksi dari kerajaan Mataram, Majapahit, Demak dan Pajang. Nama ‘Radya’ berarti keraton atau negara, sedangkan ‘Pustaka’ berarti perpustakaan. Arti dari nama Radya Pustaka dengan demikian adalah perpustakaan Keraton atau perpustakaan negara. Luas bangunannya seluruhnya sebesar 523,24 meter persegi, yang terdiri dari ruangan pameran tetap seluas 389,48 meter persegi dan ruang perpustakaan seluas 33,76 meter persegi, lalu ruang perkantoran seluas 100 meter persegi. Museum dibuka untuk umum setiap hari Selasa hingga Minggu, mulai pukul 09.00 – 14.00 WIB.
Sejarah Museum Radya Pustaka
Pendirian sejarah museum Radya Pustaka dilakukan pada masa pemerintahan Pakubuwono IX tepatnya pada 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV yang pernah menjabat sebagai Patih untuk Pakubuwono IX dan Pakubuwono X. Sejarah museum Radya Pustaka dimulai sebagai tempat penyimpanan surat – surat kerajaan. Bukan hanya itu, tempat ini dulu menjadi tempat berkumpulnya para sastrawan dan pujangga dari Keraton Surakarta dan Kepatihan.
Kemudian seiring waktu, tidak hanya surat saja yang disimpan disini melainkan juga berbagai benda penting yang ada hubungannya dengan kerajaan. Seiring dengan pertambahan jenis barang yang disimpan, tempat ini pun kemudian menjadi sebuah museum. Perpustakaan tetap ada di museum ini namun menempati ruangan tersendiri yang lebih kecil dan dilarang untuk memotret koleksinya. Lokasi museum setelah didirikan kemudian dipindahkan ke lokasinya yang sekarang di satu kompleks bangunan dengan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada 1 Januari 1913.
Sebelumnya bangunan museum adalah kediaman warga negara Belanda bernama Johannes Busselaar, dikenal dengan nama Loji Kadipolo. Tata ruangan museum tidak seperti museum pada umumnya karena sebelumnya berfungsi sebagai hunian. Bentuk bangunan yang asli tetap dipertahankan dan hanya mengubah beberapa bagian saja seperti kamar mandi yang dihilangkan agar ruangan menjadi lebih luas. Museum tidak berada di bawah naungan Dinas Purbakala atau Dinas Pariwisata, tetapi berstatus sebagai yayasan dengan nama Yayasan Paheman Radya Pustaka Surakarta yang dibentuk pada tahun 1951. Untuk pelaksanaan sehari – hari kemudian dibentuk presidium yang pertama pada tahun 1966 oleh K.R.T. Hardjonagoro, atau Go Tik Swan, seorang budayawan berdarah Tionghoa. Simaklah juga pembahasan mengenai sejarah museum Gajah, sejarah museum nasional, museum di Ubud dan sejarah museum gedung arca Medan.
Ruangan dan Koleksi Museum
Koleksi museum terdiri dari berbagai macam arca, pusaka adat, wayang kulit, buku – buku kuno seperti karangan Pakubuwomo IV berjudul Wulang Reh mengenai petunjuk pemerintahan dan Serat Rama yang dikarang oleh pujangga keraton Surakarta bernama Yasadipura I tentang Ramayana. Di perpustakaan juga tersimpan mesin ketik Aji Saka yang memiliki huruf – huruf Jawa. Di halaman museum, terdapat patung Rangga Warsita yaitu seorang pujangga besar di Surakarta pada abad ke 19.
Di bagian serambi ada beberapa meriam beroda dari masa VOC di abad ke 17 dan ke 18, juga beberapa meriam kecil milik Keraton Kartasura, beberapa arca Hindu – Buddha seperti arca Dewi Durga, arca Boddhisatwa dan Siwa yang ditemukan di sekitar Surakarta. Arca Durga Mahisasuramadini yang berukuran besar di teras museum terbuat dari batu andesit. Ia dulunya adalah Dewi Parwati yang dikutuk oleh Shiwa sehingga menjadi dewi berwajah raksasa. Arca tersebut digambarkan sedang berdiri sambil menginjak kerbau jelmaan Raja Asyura yang pernah menyerang istana Shiwa di kahyangan.
- Ruangan pertama di dalam sejarah museum ini menyimpan berbagai jenis wayang seperti wayang gadhog, madya, klithik, sukat, beber dan wayang dari luar negeri seperti wayang nang dari Thailand.
- Di Ruang Tosan Aji tersimpan berbagai senjata logam, arca, miniatur rumah joglo, rumah asli Jawa Tengah, lalu ada ruang khusus berbagai jenis keramik. Ada pula orgel atau kotak musik yang diberikan sebagai hadiah dari Napoleon Bonaparte kepada Paku Buwana IV yang memerintah dari tahun 1788 – 1820. Ketahui juga mengenai sejarah museum keris Solo dan sejarah museum Sangiran.
- Di ruangan ketiga tersimpan berbagai jenis keramik yang sebagian besar berasal dari zaman penjajahan Belanda. Ada aneka piring sewon yang dipajang di satu sisi dinding, yaitu pitung yang khusus dibuat untuk peringatan 1000 hari wafatnya seseorang atau anggota kerajaan.
- Ruang keempat adalah ruang perpustakaan yang berisi mayoritas buku berbahasa Jawa atau Belanda dan sebagian kecil berbahasa Indonesia yang ditata rapi dan terawat. Semua koleksi hanya boleh dibaca di dalam ruangan. Di depan ruang keempat, dipajang patung Johannes Albertus Wilkens, seorang ahli bahasa yang membuat kamus berbahasa Jawa – Belanda, namun hasil karyanya tidak ada di museum ini.
- Ruangan kelima yang menjadi bagian dari sejarah museum Radya Pustaka adalah ruangan penyimpanan berbagai koleksi terbuat dari bahan perunggu seperti patung dan gamelan.
- Ruang keenam yang paling luas menyimpan koleksi etnografi berupa gamelan agung milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, alat tenun tradisional, gamelan genderan, yaitu serangkaian gamelan yang dibentuk seperti meja dan bisa dimainkan oleh satu orang.
- Ruangan ketujuh dari sejarah museum Radya Pustaka menyimpan patung Rojomolo, raksasa penguasa laut yang merupakan karya Pakubuwono V. Patung ini adalah hiasan dari bagian depan perahu yang digunakan untuk menjemput permaisuri Pakubuwono IV. Rojomolo atau Rajamala adalah putra angkat dari Resi Palasara yang berasal dari padepokan Retawu dengan Dewi Durgandini, putri dari Prabu Basukesti, Raja Wirata. Kapal tersebut pernah digunakan dari Sungai Bengawan Solo hingga ke Madura.
- Ruangan terakhir yang terletak di bagian belakang memajang maket makam raja – raja di Imogiri dan berbagai arca lainnya.
Sejarah Kelam Museum
Sayangnya dalam sejarah museum Radya Pustaka terdapat noda berupa catatan kelam yang menjadi bahan pembicaraan dan pemberitaan umum. Sebagian koleksi museum hilang dan ditukar dengan replika. Kepolisian menetapkan kepala museum sebagai tersangka akan hilangnya beberapa koleksi tersebut. Koleksi yang hilang tersebut berupa arca batu yang dibuat pada abad ke 4 dan ke 9 yang dijual ke pihak lain dengan harga puluhan hingga ratusan juta per buahnya, menurut Wikipedia. Penyelidikan pihak berwajib menemukan bahwa koleksi museum sebagian telah diganti dengan barang palsu. Barang yang hilang tersebut kini sudah kembali ke tempatnya semula. Semua koleksi telah ditandai dengan keterangan mengenai keasliannya, jadi pengunjung tidak akan sulit membedakan koleksi asli dan replika.
Museum adalah salah satu tempat terbaik untuk mempelajari cerita masa lalu bagi para pecinta wisata sejarah. Dengan mengunjungi museum, kita akan mendapatkan pengetahuan dan gambaran mengenai berbagai sejarah kehidupan manusia di masa lampau. Terlepas dari catatan kelam dalam sejarah dari museum Radya Pustaka yang pernah mengalami kehilangan beberapa koleksi berharganya, tempat ini tetaplah menjadi objek yang berharga sebagai sumber informasi sejarah. Para pengunjung dapat memperoleh informasi yang sangat berharga mengenai jejak sejarah bekas kerajaan terbesar di Indonesia, yaitu Mataram dan berbagai kerajaan lainnya yang berhubungan.