Museum Brawijaya merupakan museum bertemakan militer yang menyimpan informasi di era perjuangan Indonesia. Museum Brawijaya berperan sebagai rekreasi, pendidikan, penelitian ilmia, pembinaan wilayah, pembinaan mental juang, pewarisan nilai-nilai perjuangan 1945 untuk TNI dan patriotisme untuk umum. Untuk menuju Museum Brawijaya tidaklah sulit. Letaknya di Kota Malang Provinsi Jawa Timur. Tepatnya di Jl. Ijen No. 25 A, Gading Kasri, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur.
Sejarah Museum Brawijaya
Orang hebat yang berinisiatif untuk mendirikan Museum Brawijaya adalah Brigjen TNI (Purn) Soerachman sejak tahun 1962. Brigjen Soerachman adalah mantan Pangdam V/Brawijaya periode tahun 1959 hingga 1962). Keputusan Brigjen Soerachman didukung oleh Pemerintah Kota Malang dengan menyediakan tanah seluas 10500 m2. Juga dukungan dana dari Sdr.
Martha yang merupakan pemilik hotel di Tretes Kota Pandaan. Sedangkan perancang Museum Brawijaya adalah seorang arsitek bernama Kapten Soemadi. Pembangunan dimulai dimulai tahun 1967 hingga 1968. Begitu selesai, penamaan Museum Brawijaya dilakukan oleh Pangdam V/Brawijaya pada tanggal 16 April 1968 dan ditambahkan wejangan Citra Uthapana Cakra yang berarti sinar membangkitkan semangat. Peresmian dilakukan pada tanggal 4 Mei 1968. Museum Brawijaya memiliki lima tempat koleksi yaitu halaman depan, ruang lobi, halaman tengah, ruang koleksi I dan ruang koleksi II.
Bagian-Bagian Museum Brawijaya
- Koleksi di Halaman Depan
Begitu datang ke Museum Brawijaya, di halaman depan anda akan disambut oleh Agne Yastra Loka. Agne Yastra Loka berarti taman senjata yang diperoleh dari api Revolusi 1945. Di halam depan ini ada empat koleksi yang dipamerkan yaitu senjata anti udara, tank Jepang, meriam 3,7 inch dan tank amfibi AM Track. Patung Jenderal Sudirman juga ada untung mengenang jasa Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Senjata anti udara dulu milik tentara Kekaisaran Jepang berjenis Tipe 96 25 mm Anti Pesawat. Juga dikenal dengan sebuatan Pompom Double Loop. Dulu berhasil direbut oleh BKR dari Jepang di pertempuran pada bulan September 1945. Lalu digunakan BKR untuk melawan gabungan tentara sekutu dan Belanda yang ingin menjajah Indonesia lagi. Senjata ini berhasil menghabisi dua pesawat tempur Belanda di barat Bangkalan.
Sedangkan tank buatan Kekaisaran Jepang bernama Type 97 Chi-Ha. Tank berjenis medium tank ini merupakan tank buatan Mitsubishi Heavy Industries yang bertujuan untuk mendukung gerakan infanteri. Saking efektifnya sehingga digunakan oleh Jepang di banyak pertempuran seperti Invasi Manchuria, Perang Cina-Jepang Kedua, Pertempuran Khalkhin-Gol melawan Uni Soviet, Perang Dunia Kedua melawan Amerika Serikat di Front Pasifik, Perang Saudara di Cina dan Perang Revolusi Nasional Indonesia. Dulu dirampas di Surabaya sekitar Oktober 1945. Lalu digunakan oleh rakyat Surabaya untuk menghancurkan sekutu pada pertempuran 10 November 1945.
Lalu Meriam 3,7 Inch atau disebut QF 3,7-inch AA. Sebenarnya senjata anti udara ini milik Inggris dan setara dengan 88mm FlaK milik Nazi Jerman dan 90mm milik Amerika Serikat. Tapi sudah menjadi milik Belanda karena Belanda datang dengan Inggris jadi mereka saling berbagi senjata. TKR berhasil merampas senjata ini di pos tentara Belanda di Desa Betering. Pertempuran sengit berlangsung selama enam jam dan di pertempuran ini gugurlah Kopral Buang. Karena itulah Meriam 3,7 Inch ini diberi nama Si Buang.
Kendaraan transportasi seperti Tank Amfibi AM Track (LVT) menjadi koleksi Sejarah Museum Brawijaya. Sebenarnya senjata ini milik Angkatan Laut Amerika Serikat dan khususnya digunakan untuk melawan Kekaisaran Jepang di Front Pasifik. Kendaraan ini dilengkapi oleh sepasang senapan mesin di sisi kanan dan kiri. Mampu mengangkut mobil Jeep atau bisa juga mengangkut hingga 24 orang. Kini sudah menjadi milik Belanda.
Mungkin karena Belanda dan Amerika Serikat satu kubu di Perang Dunia Kedua. Belanda menggunakan kendaraan ini untuk menguasai Kota Malang di zaman Perang Kemerdekaan. Pertempuran meletus di Jalan Salak. Karena pasukan TRIP hanya memiliki senjata yang sedikit dan kalah canggih, 35 pasukan TRIP gugur. Jenazah mereka disemayamkan di kuburan massal di utara Jalan Salak dan sekarang tempat ini disebut.
2. Ruang Lobi dan Halaman Tengah
Begitu masuk Museum Brawijaya, pengunjung berada di ruang lobi yang berada di tengah Rang Koleksi I dan Ruang Koleksi II. Ada dua relief dan dua perangkat lambang-lambang kodam di Indonesia. Relief di sisi utara menggambarkan daerah-daerah misi yang pernah dijalani oleh tentara Brawijaya dalam untuk menegakkan kemerdekaan; menumpas kekuatan pemberontak dan gerombolan pengacau keamanan; serta misi internasional sebagai pasukan perdamaian dan keamanan PBB di dunia internasional. Relief di sisi selatan menggambarkan area kekuasaan Majapahit. Di sana juga dipahat perahu Hongi yang melukiskan di zaman dulu Majapahit punya armada laut yang disegani sehingga berhasil menyatukan Nusantara dan dipahat juga Raden Wijaya dalam bentuk Harihara. Kemudian juga ada lambang-lambang Kodam TNI AD di Indonesia. Koleksi di halaman tengah ada Perahu Segigir.
3. Ruang Koleksi I
Ruang Koleksi berisi koleksi dari tahun 1945 hingga 1949. Seperti kumpulan foto Panglima Kodam dari Jawa Timur mulai 1945 hingga sekarang. Pakaian dari zaman jepang yaitu pakaian seragam PETA, HEIHO, dan pejuang Lukisan Pamen, Pama, Bintara, dan Tamtama prajurit PETA. Alat komunikasi zaman dulu seperti burung merpati pos yang pernah digunakan sebagai kurir di daerah Komando Ronggolawe daerah Lamongan hingga Bojonegoro dengan front Surabaya pada tahun 1946 dan alat radio yang pernah digunakan oleh Denhub Brawijaya pada tahun 1945-1946. Alat bertahan hidup tentara seperti termos yang terbuat dari tempurung kelapa yang digunakan oleh tentara PETA di zaman penjajahan Jepang.
TKR berhasil merebut katana Jepang sebagai kelengkapan yang hanya dimiliki oleh perwira Jepang di perkebunan Ngrakah, Sepanon, Kabupaten Kediri. Ada juga perabotan yang terdiri dari meja kursi yang dulu digunakan untuk perundingan penghentian tembak-menembak atau gencatan senjata antara sekutu dengan TKR di Surabaya di tanggal 29 Oktober 1945. Bung Karno mewakili pihak Indonesia, sedangkan pihak Sekutu diwakili oleh Brigjen Mallaby dan Mayjen Havtorn. Ada juga senjata buatan pabrik senjata Mrican Kota Kediri tahun 1945 hingga 1946. Ada juga lukisan yang menggambarkan pertempuran Surabaya sekitar 10 November 1945 melawan sekutu.
Kumpulan senjata hasil rampasan Peta dari lokasi pendudukan musuh dan tempat-tempat gerilya serta garis pertahanan TKR di masa perang kemerdekaan I. Ada juga peta yang menggambarkan Peta Perang Kemerdekaan I pada 21 Juli 1947 dan Peta Perang Kemerdekaan II pada 19 Desember 1948. Kumpulan alat yang digunakan oleh Jenderal Sudirman ketika memimpin gerilya di Desa Loceret, Bajulan di Kota Nganjuk serta peta rute gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman. Peralatan kesehatan yang dulu digunakan Dokter Harjono yang gugur ketika berperang melawan Belanda di pertempuran di Krian Kota Mojokerto pada tahun 1948.
Mantel milik Letnan Kolonel Dr.Soebandi. Dokter Soebandi adalah dokter dari Brigade III/Damarwulam merangkap Resimen Militer Jember. Kumpulat alat yang dipakai Kapten Soemitro pada Perang Kemerdekaan di Nongkojajar Kota Pasuruan pada tahun 1948. Lukisan Jenderal Sudirman melakukan inspeksi pasukan di Kota Malang untuk mempersiapkan dan pemulangan tawanan perang Jepang. Lukisan pertempuran yang menggambarkan terbunuhnya Brigadir Jenderal AWS Mallaby di depan Gedung Internatio, Jembatan Merah Kota Surabaya di tanggal 30 Oktober 1945. Lukisan pertempuran di depan Gedung Kenpetai atau markas tentara Jepang.
Pertempuran Gedung Kenpetai ini sekarang didirikan Tugu Pahlawan. Ada juga lukisan pemberangkatan tawanan perang Jepang di Stasiun Kereta Api Malang selatan, yang sekarang disebut Stasiun Kotalama pada tahun 1945 dan lukisan pemberangkatan tawanan Jepang ke Pelabuhan Probolinggo terus berlanjut Pulau Galang pada tahun 1945. Serah terima katana dari perwira militer Jepang Brigjen Wabe Sigewa kepada Jenderal Sudirman di tanggal 28 April 1946 di Kota Malang. Koleksi mata uang yang dulu berlaku di Indonesia khususnya pada era revolusi. Senjata milik pasukan TRIP yang dulu digunakan di Perrtempuran Gunungsari pada tanggal 28 November 1945. Sedan yang diproduksi oleh Desoto dari Amerika Serikat pada tahun 1941 yang kemudian digunakan Kolonel Sungkono dari Panglima Divisi I dari Jawa Timur pada tahun 1948.
4. Ruang Koleksi II
Ruang Koleksi II menyimpan kumpulan benda koleksi mulai tahun 1950 hingga 1976. Seperti bejana besi dan meriam hasil rampasan dari PRRI/Permesta. Patung Raden Wijaya sebagai Prabu Brawijaya. Ada juga teks Sapta Marga dan Sumpah Prajurit dari marmer. Peta penugasan pasukan Brawijaya serta peralatan musik yang dulu digunakan Detasemen Musik. Alat perang yang digunakan pasukan Brawijaya di Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961.
Peralatan perang tradisional dari rakyat Irian Jaya. Lukisan timbul yang menggambarkan Mayjen Soeharto menjadi Panglima Mandala untuk merebut kembali Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Atribut milik Kapten Dokter Arjoko dari Jawatan Kesehatan Kodam V/Brawijaya yang gugur di Irian Barat di bulan Maret 1964 karena pesawat udara yang dinaikinya jatuh di Ganyem, Papua. Lilin dan meja yang dulu digunakan sesepuh Brawijaya untuk pembinaan keluarga besar Brawijaya di tahun 1966 di Candi Panataran di Kota Blitar. Kumpulan senjata hasil rampasan Operasi Trisula ketika penumpasan sisa-sisa PKI di Blitar Selatan pada tahun 1968
Demikian informasi tentang sejarah Museum Brawijaya. Sejarah Museum Brawijaya perlu diketahui agar anda mengetahui sejarah kemiliteran mulai zaman perang kemerdekaan, perebutan kembali Irian Barat, penumpasan komunis hingga Operasi Seroja. Museum Brawijaya cocok untuk mengajak anak anda berlibur sambil menikmati wisata sejarah tentang perang, kondisi tentara zaman dulu dan beberapa operasi militer yang diluncurkan oleh tentara Indonesia. Selain Museum Brawijaya, cukup banyak museum lain yang layak dikunjungi sejarah Museum Bali, sejarah Museum Al-Quran di TMII, sejarah Museum Affandi, sejarah Museum Bajra Sandhi, sejarah Museum Linggarjati Cirebon dan sejarah Museum Lampung.