Kerajaan Majapahit yang merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia didirikan oleh Raden Wijaya 10 november 1293 Masehi di Jawa Timur. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya yang luas wilayahnya hingga Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan Filiphina.
Sejarah kerajaan majapahit awal berdirinya kerajaan majapahit ialah dari runtuhnya kerajaan Singasari yang merupakan kerajaan paling kuat di Jawa saat itu. Kekuatan kerajaan Singasari sampai mengambil perhatian penguasa di Tiongkok, bernama Kubilai Khan yang mengirimkan utusannya bernama Meng Chi ke kerajaan Singasari untuk menuntut upeti dan meminta kerajaan Singasari untuk takluk ke Cina. Raja Kertanegara yang saat itu sedang memerintah kerajaan Singasari menolak tawaran tersebut sampai mempermalukan Meng Chi dan merusak wajahnya. Mendengar hal itu, Kubilai Khan marah besar dan berangkat ke pulau Jawa tahun 1293.
Sesampainya di pulau Jawa, Kubalai Khan dan bala tentaranya mengetahui ternyata Raja Kertanegara telah dibunuh oleh sepupu, ipar sekaligus besannya sendiri yaitu Raja Jayakatwang untuk membalas dendam karena leluhurnya Raja Kertajaya dibunuh oleh Ken Arok (Pendiri kerajaan Singasari).
Mengetahui bahwa mertuanya Raja Kertanegara telah terbunuh, Raden Wijaya bersama pengikutnya mengungsi ke Madura dan meminta perlindungan dari Wiraraja, adipati Sumenep. Raden Wijaya dan pengikutnya diterima baik oleh Wiraraja.
Atas usul dari Wiraraja, Raden Widjaya kembali ke Kediri dan menyerahkan diri untuk mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya selalu menunjukan sikap yang baik dan setia kepada Jayakatwang, sehingga ia mendaptkan kepercayaan. Mengetahui Jayakatwang suka berburu, Raden Wijaya mengajukan usul untuk membuka hutan Tarik, dengan alasan untuk mempermudah perburuan.
Setelah mendapatkan ijin dari Jayakatwang, Raden Wijaya pun menebang hutan Tarik dengan dibantu orang-orang Madura yang dikirim oleh Wiraraja. Menurut Pararaton dijelaskan ketika orang-orang madura melakukan penebangan hutan, mereka memakan buah maja yang ada di dalam hutan dan buah itu terasa pahit. Sejak saat itulah orang-orang menyebut tempat pemukiman baru itu dengan nama Majapahit, kata “maja” diambil dari nama buah dan “pahit” dari rasa buah itu.
Dikarenakan lokasi Majaphit yang strategis, tidak jauh dari sungai Brantas maka banyak penduduk yang berdatangan dan menetap disana. Ditambah lagi orang-orang madura yang membantu membuka hutan juga menetap di Majapahit. Sehingga dalam waktu yang cepat, Majapahit menjadi desa yang ramai.
Raden Wijaya mulai mengatur strategi untuk melawan kekuasaan Raja Jayakatwang karena sudah merebut tahta keluarganya. Hubungan rahasia dengan Wiraraja terus berjalan untuk siasat penyerangan. Di Madura, Wiraraja juga sudah menyiapkan pasukan untuk dikirim ke Majapahit melawan Kediri jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Masih dalam tahun 1293 setibanya di Pulau Jawa dan mengetahui perubahan politik yang terjadi. Pimpinan tentara Mongol mengirim tiga perwira ke Majapahit dan bertemu dengan Raden Wijaya.
Kedatangan Mongol dimanfaatkan dengan baik oleh Raden Wijaya untuk mencapai tujuannya menjatuhkan kekuasaan Jayakatwang.Tentara Mongol pun menerima tawaran Raden Wijaya untuk menghancurkan Jayakatwang, bersama tentara Madura yang dipimpin oleh Wiraraja. Dalam pertempuran ini Kediri berhasil dikalahkan dan Raja Jayakatwang ditawan dan dibunuh. Hancurlah kekuasaan Kediri dengan roda pemerintahan Jayakatwang yang hanya satu tahun.
Setelah peperangan berakhir, Raden Wijaya memutuskan kembali ke Majapahit dan secara mendadak berbalik menyerang tentara Mongol. Tentara mongol yang mendapatkan serangan mendadakpun menderita kekalahan besar dan kembali ke negerinya. Dengan hancurnya kekuasaan Jayakatwang dan tentara Mongol kembali ke negaranya, maka tercapailah perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan baru, yaitu kerajaan Majapahit pada tahun 1293.
Pada tahun 1293 Raden Wijaya merupakan Raja Majapahit pertama dengan gelar Kartarajasa Jayawardha dan mulai menyusun roda pemerintahannya. Semua pengikutnya yang setia dan selalu berjasa dalam masa-masa perjuangannya diangkat memiliki jabatan tertinggi dalam roda pemerintahannya. Wiraraja yang memiliki jasa besar dalam berdirinya kerajaan Majapahit diberikan tahta tertinggi dan wilayah kekuasaan di Majapahit bagian timur, yaitu daerah Lumajang sampai Blambangan.
Raden Wijaya mampu membuat roda pemerintahan yang kuat dan stabil dan membuat kerajaan terus berkembang. Hingga akhirnya pada tahun 1309 Raden Wijaya wafat dan didharmakan dalam candi Siwa disamping candi Sumberjati.
2. Jayanegara
Raden Wijaya memerintah kerajaan Mapahit dari tahun 1293-1309 Masehi dan di gantikan oleh putranya yaitu Jayanegara yang memerintah dari tahun 1309 sampai dengan 1328 Masehi. Jayanegara menerima tahta ketika usianya masih 15 tahun, berbeda dengan ayahnya, Jayanegara tidak mempunyai kemampuan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sehingga ia dijuluki “Kala Gemet” yang artinya lemah dan jahat.
Selama masa pemerintahan Jayanegara banyak pemberontakan dimana-mana, salah satu dari pemberontakan itu di lakukan oleh seorang kepercayaan raja bernama Ra Kuti. Namun pemberontakan yang di lakukan oleh Ra Kuti berhasil digagalkan oleh Gajah Mada, seorang pasukan pengawal raja. Gajah Mada berhasil menyelamatkan Jayanegara dan mengungsikannya ke sebuah desa bernama badander. Namun malangnya, Jayanegara wafat karena operasi yang di lakukan seorang tabib bernama Tancha, yang sudah menaruh dendam terhadap Jayanegara. Mengetahui hal itu, Tancha pun dibunuh oleh Gajah Mada.
Karena Jayanegara tidak mempunyai keturunan yang bisa menggantikan kekuasaannya, maka tahtanya digantikan oleh adiknya yang bernama Gayatri, dengan gelar Tribuana Tunggadewi dari tahun 1328 Masehi-1350 Masehi.
3. Tribuana Tunggadewi
Saat masa pemerintahan Gayatri atau Tribuana Tunggadewi, sekitar tahun 1331 Masehi sempat terjadi pemberontakan kembali di sadeng dan keta, Jawa Timur. Pemberontakkan yang terjadi berhasil diselesaikan oleh Gajah Mada. Atas segala jasa yang dilakukan Gaja Mada, ia diangakat menjadi Mahapatih di kerajaan Majapahit.
Pada saat pengangkatannya Gajah Mada menjadi Mahapatih, ia membuat sumpah yang sangat terkenal dengan sumpah palapa. Yang isinya mengatakan bahwa Gajah mada tidak akan bersenang-senang sebelum mampu menyatukan nusantara.
4. Hayam Wuruk dan Gajah Mada
Pada tahun 1350 Masehi, Tribuana Tunggadewi meninggal dan tahtanya beralih ke putranya yang bernama Hayam Wuruk yang memerintah dari tahun 1350 Masehi-1389 Masehi. kerajaan Majapahit berkembang besar dan pesat sejak masa pemerintahan Hayam Wuruk dan mahapatihnya Gajah Mada.
Hayam Wuruk bersama mahapatihnya, Gajah Mada berhasil membawa kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya dari tahun 1350-1389 Masehi. Selama masa pemerintahannya, kerajaan Majapahit menguasai banyak wilayah dan memilki hubungan sampai ke luar negri seperti Campa, Kamboja, Siam, Birma selatan, Vietnam bahkan sampai mengirim duta-duta kerajaan Majapahit ke Tiongkok. Pada masa itu luas wilayah kerajaan Majapahit sama dengan wilayah Indonesia yang sekarang.
Ditambah pula dengan perkembangan karya sastra, kemajemukan budaya, agama dan adat istiadat yang mengalami kemajuan pesat dan perubahan yang membuat kerajaan Majapahit semakin disegani. Pada tahun 1355 Masehi sudah ada dua kitab terkenal, yaitu kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, kitab Sutasoma dan kitab Arjunawijaya yang ditulis oleh Mpu tantular.
Menurut kitab Kakawin Nagarakretagama, Hawam Wuruk selepas upacara keagamaan di Simping menjumpai Gajah Mada sedang sakit. Lalu disebutkan telah meninggal dunia tahun 1364 Masehi. Raja Hayam Wuruk merasa sangat kehilangan orang yang sangat dipercayainya dalam memerintah kerajaan.
Kurang lebih hampir tiga tahun jabatan yang ditinggalkan Gajah Mada dibiarkan kosong, tidak ada yang sanggup menggantikannya sebagai patih kerajaan yang amat setia. Akhirnya atas saran kerajaan, Raja Hayam Wuruk pun megadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk mencari pengganti mahapatih kerajaan Majapahit.
Sampai kemudian Raja Hayam Wuruk memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Punala Tanding untuk membantunya mengurus urusan negara. Akan tetapi hal ini hanya berlangsung sebentar, Mereka berempat digantikan oleh dua orang menteri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Sampai akhirnya Raja Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon sebagai Patih Mangkubumi menggantikan posisi dari Gajah Mada.
Pada tahun 1389, setelah menjalankan pemerintahan kerajaan Majapahit dengan gemilang, Hayam Wuruk meninggal dunia di usia 55 tahun. Setelah wafatnya Hayam Wuruk, kerajaan Majapahit pelan-pelan melemah akibat perebutan tahta. Kekuasaan kerajaan Majapahit diambil alih oleh putrinya yaitu Kusumawardhani (Putri Mahkota yang lahir dari permaisuri Paduka Sori) yang menikah dengan Wikramawardhana (Bhra Hyan Wisesa), yang merupakan keponakan dan sekaligus menantu dari raja Hayam Wuruk. Dan Wikramawardhana lah yang tercatat dalam sejarah menjalankan roda pemerintahankerajaan Majapahit.
5. Wikramawardhana
Wikramawardhana memulai masa pemerintahannya tahun 1389, Awalnya Wikramawardhana berkeinginan kelak tahtanya digantikan oleh anaknya Hyang Wekasing Suka (anak dari pernikahannya dengan Wikramawardhana dan Kusumawardhani). Namun Hyang Wekasing Suka meninggal pada tahun 1400 Masehi. Akhirnya Wikramawardhana memutuskan Suhita (anak dari isteri keduanya, yaitu Bhre Mataram) yang menggantikan tahtanya, karena Wikramawardhana ingin mengundurkan diri dari pemerintahan dan menjadi pendeta (Bhagwan).
Kenaikkan Suhita menjadi Raja Majapahit rupanya menimbulkan kericuhan, yang disebabkan oleh Bhre Wirabhumi (yang merupakan anak dari selir Hayam Wuruk, kakak satu ayah dari Kusumawardhani, Ayah dari Bhre Mataram/Mertua dari Wikramawardhana, sekaligus kakeknya Suhita).
Pada zaman dahulu, anak dari selir memang tidak mendapatkan tahta kerajaan. Bhre Wirabhumi hanya diberikan tahta di wilayah Bumi Blambangan oleh ayahnya. Namun Bhre Wirabhumi masih tidak terima sebagai anak Hayam Wuruk yang masih hidup dan merasa lebih berhak akan tahta kerajaan daripada cucunya sendiri yaitu Suhita.
Karena alasan inilah Bhre Wirabhumi menyerang kerajaan Majapahit, Wikramawardhana terpaksa menunda rencananya untuk menjadi pendeta (Bhagwan). Menurut Pararaton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana bertengkar dan tidak saling bertegur sapa sejak tahun 1401 Masehi. Sampai akhirnya perselisihan antara saudara ini semakin memanas di Perang Paregreg tahun 1404 Masehi. Paregreg artinya perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pihak yang menang pun bergantian, kadang pertempuran dimenangkan oleh Bhre Wirabhumi, kadang dimenangkan pihak Wrikramawardhana.
Dalam peperangan awalnya Wikramawardhana dari kadaton kulon sudah mengalami kekalahan, namun datang bala bantuan dari Bhre Tumapel (dengan gelar Bhra Hyang Parameswara yang merupakan suami dari Suhita, sekaligus menantu Wikramawardhana) pada tahun 1406 Masehi dan akhirnya berhasil mengalahkan Bhre Wirabhumi dari kadaton wetan.
Karena takut akan kesalahannya, Bhre Wirabhumi kabur melarikan diri dengan menaiki perahu dan berhasil dikejar oleh Raden Gajah (bergelar Bhra Narapati) yang merupakan utusan dari Wiramawardhana yang berhasil membunuh dan membawa penggalan kepala Bhre Wirabhumi ke istana, lalu dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.
Setelah kekalahan Bhre Wirabhumi, akhirnya wilayah kerajaan Majapahit bagian timur yaitu Bala Blambangan bersatu kembali dengan Majapahit bagian barat. Namun akibat Perang Paregreg ini membuat kerajaan Majapahit semakin lemah atas daerah-daerah kekuasaannya. Karena pada saat terjadi perang, kosentrasi pasukan dipindahkan ke Jawa sehingga tidak ada yang mengambil alih penuh dengan pemisahan-pemisahan di daerah luar jawa.
Kerajaan Majapahit terus menerus mengalami kelemahan seperti pada tahun 1405 daerah Kalimantan Barat berhasil direbut oleh kerajaan Cina, tanpa sedikitpun tindakan dari kerajaan Majapahit. lalu disusul dengan lepasnya Palembang, Melayu, Malaka yang berhasil merdeka dari Majapahit karena sudah tumbuh bandar-bandar perdagangan ramai di daerah mereka. Ditambah lepas pula daerah Brunei yang terletak dekat dengan Pulau Kalimantan Utara.
Selain itu Wikramawardhana berhutang ganti rugi pada penguasa cina yaitu Dinasti Ming akibat terbunuhnya 170 orang cina saat perang paregreg. Atas kecelakaan itu Wikramawardhana didenda ganti rugi emas 60.000 tahil. Dan sampai tahun 1408, Wikramawardhana baru mampu mengganti 10.000 tahil saja. Akhirnya karena iba melihat kondisi kerajaan Majapahit, Kaisar Yung Lo membebaskan denda ganti rugi tersebut. Peristiwa ini tercatat oleh Ma Huan (sekretaris Ceng Ho) di dalam bukunya, Ying-ya-sheng-lan.
6. Suhita atau Ratu Ayu Kencana Ungu
Pada akhirnya Wikramawardhana memutuskan untuk turun tahta, digantikan dengan Suhita (dengan gelar Ratu Ayu Kencana Wungu) yaitu anak dari pernikahaan kedua Wikramawardhana. Suhita pun resmi menjalankan roda pemerintahannya pada tahun 1427 Masehi tanpa ada pemberontakan seperti pada saat Bhre Wirabhumi masih hidup. Suhita menjalankan pemerintahan kerajaan Majapahit bersama Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja. Suhita merupakan penguasa wanita kedua setelah Ratu Tribuana Tungga Dewi.
Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dipimping oleh Bhra Daha, namun pemberontakan itu mampu diselesaikan oleh Suhita. Suhita juga membalas dendam dengan membunuh Raden Gajah yang telah membunuh kakeknya yaitu Bhre Wirabhumi.
Suhita berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit yang melemah itu, terbukti di masa pemerintahan Suhita kegiatan keagamaan ajaran Hindu berkembang pesat, Suhita membangun banyak tempat pemujaan dengan bangunan punden berundak di lereng gunung Lawu termasuk batu untuk persajian, tugu batu, menhir dan sebagainya. Ditambah lagi banyak candi yang dibangun, seperti canti sukuh dan cetu, dan sejumlah arca, patung, relief juga dibangun.
Selain itu pada roda pemerintahannya Suhita mampu memperluas banyak wilayah kerajaan Majapahit di pulau Jawa, termasuk Blambangan yang berhasil ditaklukan. Kadipaten Blambangan yang dipimpin oleh Kebo Mercuet terus meminta wilayahnya kepada kerajaan Majapahit.
Saat itu keberadaan Kebo Mercuet kian lama menjadi ancaman untuk Suhita dan membuatnya cemas. Semenjak itu Suhita melakukan sayembara untuk siapapun yang mampu mengalahkan Kebo Mercuet akan dijadikan suami Suhita, Ratu Majapahit.
Sayembara itu berhasil dimenangkan oleh Joko Umbaran dengan membunuh Kebo Mercuet dengan senjata gada wesi kuning, Joko Umbaran(dengan gelar Minak Jinggo)pun menggantikan tahta Kebo Mercuet menjadi Adipati Blambangan. Namun Suhita melanggar janji di sayembaranya, Suhita menolak menikah dengan Jaka Umbaran karena wajahnya rusak, kakinya pincang akibat perang melawan Kebo Mercuet.
Jaka Umbaran terus memaksa untuk menikahi Suhita, padahal ia sudah memiliki dua selir yaitu Dewi Wahita dan Dewi Puyengan dan ratu idamannya Suhita terus bersikeras menolak pinangannya. Hingga akhirnya Jaka Umbaran marah besar dan merebut wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit sampai ke Probolinggo dan terus menyerang ibukota pemerintahanan kerajaan Majapahit.
Atas aksi Jaka Umbaran yang semakin meresahkan, membuat Suhita kembali membuat sayembara untuk siapapun yang mampu membunuh Jaka Umbaran, kelak akan dijadikan suami Suhita, Ratu Majapahit. Pada saat itu ada pemuda tampan yaitu Damarwulan memenuhi sayembara dengan melawan Jaka Umbaran, dalam pertarungan itu Damarwulan berhasil memenggal kepala Jaka Umbaran, namun anehnya kepala Jaka Umbaran selalu kembali pada tempat semula berulang kali.
Hingga akhirnya Damarwulan kalah dan pingsan terkena pusaka gada wesi kuning milik Jaka Umbaran. Damarwulan pun dimasukkan ke dalam penjara akibat kekalahnya, namun rupanya kedua selir Jaka Umbaran tertarik dengan Damarwulan yang tampan, mereka membersihkan luka Damarwulan dan membuka kesaktian Jaka Umbaran ada di pusaka gada wesi kuning.
Atas perintah dan rayuan Damarwulan akhirnya kedua selir Jaka Umbaran mau menuruti perintahnya untuk mengambil pusaka gada wesi kuning saat Jaka Umbaran sedang terlelap. Akhirnya Damarwulan meemilki senjata pusaka itu dan siap menantang Jaka Umbaran kembali. Jaka Umbaran yang melihat Damarwulan memiliki senjata pusakanya tidak mampu melakukan perlawanan dan akhirnya berhasil dikalahkan. Akhirnya Adipati Blambangan itu tewas oleh senjata pusakanya sendiri. Damarwulan memenggal kepala Jaka Umbaran dan mempersembahkannya kepada Ratu Suhita.
Ratu Suhita pun wafat pada tahun 1447 Masehi dan dibuatkan candi di Singhajaya dan arca Ratu Suhita yang disimpan di Museum Nasional. Pemimpin kerajaan Majapahit selanjutnya diambil kuasa oleh adiknya Ratu Suhita yaitu Dyah Kertawijaya.
Raja-Raja Majapahit
Berikut ini adalah daftar Penguasa Majapahit. Terdapat periode yang kosong antara pemerintahan Rajasawardhana (Raja ke-8) dan Girishwadhana. Diperkirakan penyebabnya karena krisis sukesi yang membuat keluarga kerajaan Majapahit terbelah menjadi dua kelompok.
[accordion]
[toggle title=”Artikel Terkait”]
[/toggle]
[toggle title=”Artikel Lainnya”]
[one_third]
[/one_third]
[one_third]
[/one_third]
[one_third_last]
[/one_third_last]
[/toggle]
[/accordion]
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…