Sejarah Candi Jabung atau Candi Jabung merupakan salah satu candi di Jawa Timur, tepatnya di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Lokasi Candi Jabung berada dekat dengan jalur pantura sehingga mudah dijangkau oleh wisatawan. Perjalanan bisa dimulai dari Kabupaten Probolinggo, kemudian dilanjutkan ke Kecamatan Kraksaan. Candi Jabung berjarak sekitar 5 kilometer dari Kecamatan Kraksaan dan 500 meter sebelah tenggara kolam renang Jabung Tirta.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Candi Jabung tidak dikenai biaya. Candi Jabung salah satu tempat wisata yang cocok untuk pendidikan dalam pengenalan sejarah dan juga tempat rekreasi keluarga dan kerabat.
Sejarah Candi Jabung
Dalam kitab Nagarakertagama, Candi Jabung disebut dengan nama Bajrajinaparamita Candi. Sedangkan dalam buku Pararaton disebut Sajabung yang memiliki arti tempat pemakaman Bhra Gundal yang merupakan salah satu tokoh wanita keluarga Raja Hayam Wuruk.
Candi Jabung merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit. Beberapa bulan setelah menjadi raja dari Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk melakukan semedi. Dalam semedinya tersebut, Raja Hayam Wuruk melihat area yang potensial untuk dikembangkan. Kemudian Raja Hayam Wuruk berniat untuk mengunjungi wilayah Kerajaan Majapahit yang berada di sebelah timur Jawa.
Dalam kitab Nagarakertagama, pada tahun 1359 masehi, Candi Jabung pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk ketika berkeliling Jawa Timur. Perjalanan Raja Hayam Wuruk didampingi oleh seluruh keluarga raja (Bhatara sapta Prabhu), menteri-menteri, pemimpin agama, wakil golongan masyarakat, dan Patih Gajah Mada yang memimpin tentara kerajaan Bayangkari.
Tujuan perjalanan Raja Hayam Wuruk dan rombongan adalah pada dasarnya untuk memantau keadaan masyarakat yang dipimpinnya. Selain itu, perjalanan ini juga merupakan salah satu dharma yang harus dilakukan yaitu menyatukan wilayah Kerajaan Majapahit. Kawasan yang dilewati Raja Hayam Wuruk dan rombongan diantaranya Lasem, Lodaya, Palah, Lwang, Balitar, Jime, Simping, Kalayu, Kebonagung, Sajabung, dan Paiton. Ketika sampai di Paiton, Raja Hayam Wuruk menemukan daerah yang dilihat dalam semedinya.
Kata Paiton sendiri adalah nama pemberian dari Raja Hayam Wuruk. Paiton adalah gabungan dari dua kata yaitu Pait dan Ton. Pait merupakan bagian dari kata Majapahit, sedangkan Ton berasal dari kata katon (bahasa Jawa) yang memiliki arti terlihat. Sehingga jika digabung kata Paiton memiliki arti Majapahit terlihat.
Di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, budaya dan sastra berkembang cukup pesat. Sejumlah candi dibangun untuk digunakan sebagai tempat pemujaan atau penyembahan, termasuk Candi Jabung. Pada tahun 1353 masehi, Raja Hayam Wuruk melakukan pemugaran Candi Jabung.
Arsitektur Candi Jabung
Arsitektur Candi Jabung terdiri atas bagian batur, kaki, tubuh, dan atap. Batur candi berukuran panjang 13,11 meter dan lebar 9,58 meter. Di atas batur terdapat selasar keliling yang tidak begitu luas dan terdapat beberapa relief yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Relief tersebut diantaranya menceritakan:
- Seorang pertapa yang memakai sorban sedang mengajar murid-muridnya.
- Dua orang pria yang sedang berada di dekat sumur, kemudian salah seorang lainnya memegangi tali timba.
- Dua singa yang saling berhadapan satu sama lain.
Bagian kaki candi dibagi atas dua bagian, yaitu kaki candi tingkat pertama dan kaki candi tingkat kedua.
- Kaki candi tingkat pertama dimulai dari lis di atas batur yang berbentuk agief (3,51 genta) yang dihiasi daun padina. Kemudian lis datar dengan ketinggian sekitar 60 cm, dan di atas lis tersebut terdapat bidang panil yang terdiri dari 30 lapis bata merah atau setinggi 12 meter pada bagian panil dipahat motif medalion. Pada umumnya bagian tegak dipahatkan lukisan manusia, binatang, dan pepohonan.
- Kaki candi tingkat kedua bentuknya hampir sama dengan kaki candi tingkat pertama. Dimulai dari hiasan daun padma dan lis datar. Di beberapa bagian juga terdapat bidang vertikal selebar 50 centimeter yang berisi ukiran kala dan ornamen dedaunan.
Bagian dasar tubuh candi yang berbentuk persegi terdapat relief manusia, rumah, dan pepohanan. Di bagian sudut tenggara juga terdapat relief yang menggambarkan seorang wanita sedang menunggangi punggung seekor ikan. Jika dalam agama Budha, relief ini menceritakan tentang pelepasan jiwa Sri Tanjung. Kisah ini mencerminkan kesetiaan seorang wanita kepada suaminya. Relief Sri Tanjung juga tergambar pada relief di sejarah Candi Penataran yang merupakan candi di jawa timur, Candi Surawana candi di Kediri, dan sejarah Candi Bajang Ratu di Trowulan.
Di bagian tengah tubuh candi, terdapat bilik candi yang berukuran 2,6 x 2,58 meter dengan tinggi 5,52 meter. Pada bagian atas terdapat batu penutup cungkup yang diberi ukiran. Sedangkan bagian dasar tubuh candi yang berbentuk silinder (tabung) dihiasi relief dan ukiran yang menawan. Pahatan dari relief tersebut terlihat halus. Di atas gawang pintu dan relung di semua penjuru terdapat pahatan berbentuk kala. Kemudian di bagian bawah ambang pintu yang berbentuk segi empat menonjol keluar yang pada bagian tengah diberi pahatan kepala naga.
Di bagian atas bingkai pintu terdapat balok batu kali yang terpahat roset ditengahnya. Pada pahatan tersebut ditengahnya bertuliskan tahun saka 1276 atau 1354 masehi. Diduga tahun tersebut merupakan tahun dibangunnya Candi Jabung. Di dalam bilik candi juga masih terdapat arca. Pada bagian atap candi bersifat Buddhistik. Hal ini dibuktikan dengan penampakan atap yang berbentuk pagoda (stupa) dan berhiaskan motif sulur-suluran.
Bangunan Candi Jabung
Candi Jabung berdiri pada sebidang tanah yang berukuran 35 x 40 meter. Candi Jabung terdiri dari dua bangunan utama yaitu satu bangunan besar dan satu bangunan kecil atau yang biasanya disebut dengan Candi Sudut. Material bangunan Candi Jabung adalah batu bata merah. Susunan-susunan batu bata merah tersebut diukir untuk membentuk relief. Bangunan candi sendiri memiliki ukuran panjang 13,13 meter, lebar 9,6 meter, dan tinggi 16,2 meter. Candi Jabung menghadap ke arah barat dan pada bagian depan terdapat bagian yang menjorok keluar atau bagian konstruksi yang mendukung tangga naik menuju ke atas untuk memasuki candi.
Di sebelah barat daya halaman Candi Jabung, terdapat bangunan candi kecil yang berfungsi untuk melengkapi bangunan utama Candi Jabung. Candi kecil ini juga terbuat dari batu bata merah dengan ukuran masing-masing sisi 2,55 meter dan tinggi 6 meter.
Pada halaman Candi Jabung juga terdapat beberapa pohon Maja. Pohon Maja memiliki buah yang berwarna hijau dan sebesar buah melon. Buah tersebut memiliki rasa yang pahit. Hal ini mengingatkan asal dan arti nama Majapahit. Kemudian untuk mencari informasi sejarah Candi Jabung, dapat dilihat pada papan informasi yang berada di depan candi.
Sejarah Candi Jabung tidak terlepas dari gunung dan mata air, karena banyak situs-situs bersejarah lainnya diselaraskan dengan letak suatu gunung. Jika dikaitkan dengan mata air disekitar Candi Jabung, kemungkinan sumber mata air yang terletak di Desa Tamansari (Kraksaan) atau di sekitar Desa Taman Petunjungan (Paiton), dulunya memiliki peran dalam berbagai kegiatan ritual di Candi Jabung.