Provinsi Jawa Timur memang terkenal mempunyai berbagai destinasi wisata, mulai dari gunung, pantai, air terjun, danau, dan beberapa destinasi wisata lainnya. Tidak hanya itu, Jawa Timur juga memiliki destinasi wisata purbakala. Banyak sekali peninggalan-peninggalan purbakala yang tersebar di provinsi Jawa Timur ini. Hal ini dibuktikkan dengan adanya petirtaan atau pemandian dan juga candi-candi yang menjadikan bukti bahwa wilayah Jawa Timur pada dahulu kala merupakan pusat penyebaran agama Hindu dan Budha. Salah satu peninggalan candi di Jawa Timur adalah Sejarah Candi Jawi.
Candi Jawi adalah salah satu candi peninggalan Budha dan peninggalan Kerajaan Singasari. Candi Jawi terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, sekitar 31 km dari kota Pasuruan. Candi Jawi terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan-Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi berada di dataran dengan ketinggian sekitar 290 meter di atas permukaan laut yang menjadikan lokasi ini memiliki iklim sejuk.
Gunung Pawitra atau yang lebih dikenal dengan Gunung Penanggungan menjadi latar belakang di bagian sebelah barat laut candi, sedangkan di sebelah selatan candi dapat disaksikan keindahan kota wisata Tretes.
Sejarah Candi Jawi
Dalam kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca, candi ini disebut Jawajawa atau Jajawi. Dari Jajawi, nama tersebut kemudian berubah menjadi Jawi. Dalam kitab Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, yaitu Kertanegara. Candi Jawi dibangun pada abad ke-13 dan merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Singasari. Didirikannya Candi Jawi bertujuan untuk dijadikan tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Budha. Raja Kertanegara adalah seorang penganut ajaran Syiwa-Budha.
Selain sebagai tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara dan sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singasari. Hal ini cukup mengherankan, karena letak Candi Jawi cukup jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu disebabkan karena rakyat di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran Syiwa-Budha. Sekalipun Kertanegara dikenal sebagai raja yang masyur, ia juga memiliki banyak musuh di dalam negeri. Kidung Panji Wijayakrama, misalnya, menyebutkan terjadinya pemberontakan Kelana Bayangkara. Selain itu, Negarakertagama mencatat adanya pemberontakan Cayaraja.
Ada dugaan bahwa kawasan Candi Jawi dijadikan basis oleh pendukung Kertanegara. Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden Wijaya yang merupakan menantu Raja Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara dijatuhkan oleh Raja Jayakatwang dari Gelang-Gelang (salah satu daerah di Kediri), ia sempat bersembunyi di daerah ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.
Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pada tahun 1253 Saka (candrasengkala: Api Memanah Hari) Candi Jawi disampar petir. Dalam kejadian itu arca Maha Aksobaya menghilang. Hilangnya arca tersebut sempat membuat sedih Raja Hayam Wuruk ketika baginda mengunjungi Candi Jawi.
Bangunan dan Arsitektur Candi Jawi
Setelah membahas sejarah Candi Jawi secara lengkap, saat ini akan dibahas tentang bangunan dan Arsitektur Candi Jawi. Candi Jawi menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 meter persegi, yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Antara pelataran belakang candi yang cukup luas dan tertata rapi dengan perkampungan penduduk dibatasi oleh sebuah sungai kecil.
Arsitektur Candi Jawi dapat digambarkan sebagai berikut:
- Berkaki Siwa, berpundak Budha.
- Bentuknya tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah, dengan ukuran luas 14,24 x 9,55 meter dan tinggi 24,5 meter.
- Bentuk atap yang merupakan perpaduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya.
- Pintu candi menghadap ke timur.Posisi pintu ini oleh sebagian ahli dipakai alasan untuk mempertegas bahwa candi ini bukan tempat pemujaan atau pradaksina (upacara penghormatan terhadap dewa), hal ini dikarenakan biasanya candi untuk peribadatan menghadap ke arah gunung, tempat yang dipercaya sebagai tempat persemayaman kepada dewa. Sementara ahli lain ada pula yang beranggapan bahwa candi ini tetaplah candi pemujaan, dan posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung karena pengaruh dari ajaran Budha.
- Terdapat relief pada dinding sekitar Candi Jawi, namun sampai dengan saat ini masih belum ada yang berhasil membaca relief tersebut. Menurut juru kunci candi, relief itu harus dibaca menggunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), seperti yang digunakan dalam membaca relief di Candi Kidal.
- Terdapat relief yang terletak pada bagian dalam candi, yaitu di bagian tengah candi yang merupakan bagian tertinggi dari bagian dalam candi. Relief tersebut adalah relief Dewa Surya.
- Fragmen yang ada pada dinding candi menggambarkan keberadaan Candi Jawi sendiri beserta beberapa bangunan lain di sekitar candi, seperti pada sisi timur dari candi terdapat Candi Perwara sebanyak tiga buah, Candi Bentar yang merupakan pintu gerbang candi terletak di sebelah barat.
- Batu yang dipakai sebagai bahan bangunannya terdiri dari dua jenis. Dari kaki sampai selasar candi dibangun menggunakan batu berwarna gelap, tubuh candi menggunakan batu putih, sedangkan atap candi menggunakan campuran batu berwarna gelap dan putih. Hal ini mengindikasikan adanya dua periode pembuatan.
- Kaki candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi sekitar 2 meter dengan pahatan relief yang memuat kisah tentang seorang pertapa wanita.
- Pipi tanggal dari selasar menuju ke lantai candi dihiasi sepasang arca binatang bertelinga panjang.
- Bingkai pintu polos tanpa pahatan, namun di atas ambang pintu terdapat pahatan kalamakara, lengkap dengan sepasang taring, rahang bawah, serta hiasan di rambutnya.
- Di kiri dan kanan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca.
- Di atas ambang masing-masing relung terdapat pahatan kepala makhluk bertaring dan bertanduk.
Ruangan dalam tubuh candi saat ini dalam keadaan kosong. Tampaknya semula terdapat arca di dalamnya. Negarakertagama menyebutkan bahwa di dalam bilik candi terdapat arca Syiwa dengan Aksobaya di mahkotanya. Selain itu disebutkan juga adanya sejumlah arca dewa-dewa dalam kepercayaan Syiwa, seperti arca Mahakala dan Nandiswara, Durga, Ganesha, Nandi, dan Brahma. Tak satupun dari arca-arca tersebut yang masih berada di tempatnya. Konon, arca Durga kini disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya, dan lainnya disimpan di Museum Trowulan untuk pengamanan.
Di gudang belakang candi terdapat potongan-potongan patung. Selain itu, terdapat pagar bata merah seperti yang banyak dijumpai pada bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit, seperti Candi Tikus di Trowulan dan candi di Mojokerto yaitu Candi Bajang Ratu.
Pemugaran dan Usaha Konservasi
Sejarah Candi Jawi terus dijaga keberadaanya, hal ini dibuktikan dengan Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya pada tahun 1931-1941 dalam masa pemerintahan Hindia Belanda karena kondisinya sudah runtuh. Akan tetapi, renovasinya tidak sampai tuntas dikarenakan sebagian batunya hilang.
Kemudian diperbaiki kembali pada tahun 1975-1980 dan diresmikan pada tahun 1982. Kini biaya pemeliharaan didapatkan dari sumbangan sukarela pengunjung maupun LSM lainnya.