Sekitar 50 persen penemuan fosil homo Erectus dari seluruh dunia berasal dari Sangiran, sehingga bisa dikatakan bahwa Sangiran adalah tempat penelitian yang subur untuk artefak prasejarah dan juga beberapa puluh ribu fosil yang telah ditemukan. Situs purbakala Sangiran mencakup area – area yang luas yaitu Krikilan, Dayu, Mbukuran, Ngepung, dan Plupuh, yang semuanya terletak di Kabupatan Sragen, kecuali untuk Cluster Dayu. Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah memiliki satu obyek wisata yang berkonsep edukasi yaitu Museum Dayu yang terletak di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo.
Letak museum kurang lebih lima kilometer ke arah timur dari Pasar Tuban Gondangrejo, atau di sebelah timur jalan berjarak kurang lebih 13 kilometer dari terminal Tirtonadi Solo ke arah Purwodadi dan sebelum perempatan Kaliyoso. Situs Dayu merupakan bagian dari kompleks Museum Manusia Purba Sangiran yang dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran yang pusatnya ada di desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Museum Dayu juga tidak lepas dari sejarah museum sangiran dan banyak menyimpan bukti –bukti peninggalan purbakala sejak jutaan tahun silam, bahkan masih ada kemungkinan bahwa peninggalan manusia purba tersebut masih akan dapat ditemukan pada situs – situs ini.
Sejarah Museum Dayu
Sejarah museum Dayu dimulai pada tahun 1977. Pada tahun itu pernah dibangun sebuah museum di Desa Dayu yang fungsinya untuk menampung hasil penelitian lapangan di kawasan cagar budaya Sangiran sebelah selatan, sekaligus juga menjadi tempat base camp untuk para peneliti. Ketika ada pembangunan museum baru di Desa Krikilan pada tahun 1983 maka semua koleksi dan penemuan dari Desa Dayu turut dibawa dan dipindahkan ke museum baru tersebut, kemudian lokasi museum lama dijadikan Pendopo Desa Dayu.
Karena masih banyak fosil – fosil yang ditemukan di Desa Dayu menjadi peluang yang bagus untuk bidang kepariwisataan, maka tercetus ide untuk mendirikan lagi museum baru di Desa Dayu. Perwujudan gagasan akan museum baru tersebut tidak mudah karena dikhawatirkan berakibat pada kerancuan akan museum yang ada di kawasan Sangiran. Namun pada akhirnya gagasan ini dapat diwujudkan dengan pemberian dana dari APBN untuk pembangunan Museum Dayu. Ketahui juga sejarah museum lampung, sejarah museum affandi dan sejarah museum bali.
Pembangunan Museum Dayu
Sejarah museum Dayu yang baru mulai ketika dibangun dengan gaya modern pada tahun 2013, dan diresmikan bersamaan dengan Kluster Ngebung dan Kluster Bukuran oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. Boediono pada tanggal 19 Oktober 2014. Nama resminya adalah Museum Manusia Purba Sangiran Kluster Dayu, biasa disingkat sebagai Museum Dayu saja. Bangunan museum mengikuti kontur tanah yang berundak dan berlembah, di mana sering ditemukan fosil – fosil manusia purba. Lahan dimana museum berdiri khusus dipilih dan dirancang sebagai contoh lapisan tanah yang telah ada dari empat zaman dalam kurun waktu antara 100 ribu tahun hingga 1,8 juta tahun lampau. Karena kontur tanahnya yang berundak dan berbeda ketinggiannya, maka bentuk bangunan museum pun lebih menyerupai vila daripada gedung museum lainnya.
Museum Dayu memiliki berbagai informasi populer dengan penataan dan display modern yang akan menarik minat generasi muda untuk mempelajari peninggalan bersejarah pada zaman purba. Di museum Dayu pengunjung dapat melihat dan mempelajari jejak kehidupan manusia purba melalui struktur dan lapisan tanah yang telah ada sejak berjuta – juta tahun lampau. Disini juga ada informasi lengkap mengenai kehidupan manusia purba di pulau Jawa yang dapat memberi sumbangan kepada bidang antropologi, arkeologi, geologi, paleoantropologi, dan lain sebagainya.
Pengunjung dikenakan biaya tiket sebesar lima ribu rupiah untuk masuk, dan tiket bisa dibeli di bagian depan halaman museum. Antara gedung utama museum dan ruang pamer tidak berada dalam satu lokasi atau satu bangunan. Karena kontur tanah yang memiliki ketinggian berbeda, maka tiap anjungan di museum ini juga memiliki ketinggian berbeda yang disesuaikan dengan tahun terbentuknya tanah yang menjadi landasan gedung museum. Anda juga perlu mengetahui mengenai sejarah museum linggarjati cirebon, sejarah museum adityawarman dan sejarah museum bajra sandhi.
Koleksi di Museum Dayu
Sebagai bagian dari sejarah museum Dayu, ada tiga jenis ruang display yang terdapat di museum ini yaitu ruang shelter atau anjungan, ruang diorama, dan ruang pamer. Ruang anjungan terbagi lagi menjadi tiga yaitu anjungan Notopuro, Kabuh dan Grezbank. Di anjungan Notopuro memuat koleksi fosil tulang paha (femur) Elephantidae, pada anjungan Kabuh ada koleksi fosil tengkorak (cranium) Benteng Bibos Paleosondaicus, sedangkan anjungan Grezbank memiliki koleksi gading gajah (incisivus) Elephantidae. Di ruang pamer terdapat koleksi fosil binatang purba yang terdiri dari beberapa jenis tulang seperti tulang pinggul, tulang ekor, tulang rawan, tulang belakang dan lain sebagainya.
Pengunjung dapat menemukan anjungan Notopuro setelah menuruni undakan yang pertama, berisi tulang paha gajah purba yang ditemukan oleh Harjo Sutomo di Desa Tanjung, Kecamatan Gondangrejo pada 9 Oktober. Kemudian ketika menuruni undakan lagi terdapat semacam pendopo kecil sebagai tempat beristirahat sejenak saat menuruni undakan berikutnya. Ketika sedang menuruni undakan, pengunjung dapat membaca prasasti yang dipasang di lapisan tanah tersebut. Lapisan tanah itu merupakan lapisan pasir yang berasal dari Formasi Kubah bagian atas dari Kala Plaistosen Tengah yang usianya sekitar 350 ribu tahun lalu. Saat turunan undakan berbelok ke kiri, akan ditemukan satu prasasti lagi yang menerangkan mengenai sejarah tanah – tanah yang ada di situ.
Setelah Notopuro, terdapat anjungan Kabuh yang isinya hampir sama. Tengkorak banteng purba yang ada di anjungan ini ditemukan pada 10 Oktober 1996 di Garas, Brangkal, Gemolong oleh Lasimin, Sukidi dan Suginem. Kemudian setelah menuruni undakan lagi, ada anjungan Grezbank yang berisi fragmen fosil gading gajah purba, yang ditemukan oleh Purwanto pada 28 Maret 2014 di Glagahombo, Ngebung, Kalijambe, Sragen.
Setelah satu undakan lagi, terdapat semacam lokasi bermain anak yang juga sering dimanfaatkan pengunjung untuk beristirahat, juga terdapat mushola dan toilet. Area setelah itu adalah kawasan sisa rawa – rawa yang terbentuk sekitar 1,8 juta tahun lampau. Melalui sebuah jembatan ada Ruang Diorama. Ruang Diorama menempatkan informasi mengenai aktivitas perburuan yang dilakukan oleh manusia purba. Di pintu selatan ruang Diorama, terdapat Ruang Pamer 1 yang memajang rangka banteng purba, fosil tengkorak manusia purba dan profil para peneliti yang mempelajari tentang zaman purba.
Sejarah museum Dayu turut disertakan dalam pembangunannya sehingga hasil pembangunan museum dapat menangkap sejarah panjang dari situs purbakala Sangiran, dimana hasil temuan batu dan fosilnya mempunyai rekaman cerita tentang kehidupan flora, fauna, manusia dan iklim bumi sejak zaman purba. Pengunjung yang ingin mencapai museum ini bisa mengambil jalur Solo – Purwodadi, dan melanjutkan dengan ojek pada kilometer 10 atau tepatnya di Pasar Gondangrejo sebab belum ada angkutan umum yang melewati museum. Saat ini ada kabar jika ada pembangunan jalan tembus yang menghubungkan museum Dayu dengan museum Sangiran untuk memudahkan pengunjung langsung mengunjungi salah satu museum tersebut atau sebaliknya.