Bagaimana rasanya jika seseorang sedang sakit parah, tapi ia harus turun ke medan perang demi menjaga kedaulatan negerinya? Tentu rasanya sangat berat, bukan? Ya, keadaan yang amat berat itu harus dialami oleh Jendral Soedirman. Beliau tetap memimpin perang gerilya saat Agresi Militer Belanda II, meskipun paru-parunya terserang penyakit TBC yang sudah cukup parah dan akhirnya beliau bernapas hanya dengan 1 paru-paru. Lantas, hal apa yang membuat beliau tetap tegar dan berjuang demi Indonesia?
“Bahwa kemerdekaan satu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga.”-Amanat Jendral Soedirman.
Sejarah Museum Jendral Sudirman Magelang
Saat agresi militer Belanda 2, pasukan negeri kincir angin itu menyerang ibu kota Indonesia kala itu, Yogyakarta. Peristiwa yang terjadi pada 19 Desember 1948 diawali dengan penculikan Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya di Yogyakarta. Melihat ‘keberhasilannya’ menculik presiden dan wakil presiden Indonesia sekaligus tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia tersebut, Belanda pun menyatakan bahwa negeri ini lemah dan sudah hilang kedaulatannya alias Indonesia telah bubar. Lumpuhnya pemerintah RI saat itu membuat Jendral Soedirman bertindak cepat. Beliau memimpin pemerintahan darurat militer bersama Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.
Kala itu, beliau memimpin perang gerilya untuk melawan pasukan Belanda. Tidak main-main, beliau mengkoordinir perang gerilya di seluruh Pulau Jawa untuk membuat pasukan Jendral Spoor kewalahan. Kerennya, semua hal penting sekaligus genting itu beliau lakukan di hutan dengan kondisi tubuh yang sedang tidak baik-baik saja. Atas segala usaha dari Jendral Soedirman, pasukan prajurit TNI dan warga sipil, akhirnya Belanda mengaku kalah dan mengakhiri agresi militer tersebut. Ada beberapa alasan yang membuat Belanda ingin mengakhiri agresinya.
- Pertama, perang gerilya yang dipimpin Jendral Soedirman telah menggugurkan 200 tentara Belanda dan mengakibatkan kerugian logistik yang besar.
- Kedua, Sejarah Berdirinya PBB mendesak Belanda untuk meninggalkan Indonesia karena negeri ini terbukti masih berdaulat. Setelah pasukan Belanda hengkang dari Indonesia, diadakan perundingan Roem Roijen yang menyatakan bahwa Belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Kisah perjuangan sang jendral tentu sangat mengharukan sekaligus menginspirasi generasi muda. Oleh karena itu, supaya lebih terinspirasi lagi, anda wajib mengenali beliau dari dekat. Salah satu upaya untuk mengenal Jendral Soedirman lebih dekat adalah melakukan kunjungan ke Museum Sudirman Magelang.
Bagian-Bagian Museum Jendral Sudirman Magelang
Sejarah Museum Jendral Sudirman Magelang terletak di Jl. Ade Erma Suryani C. 7, Kota Magelang, Jawa Tengah. Museum ini diresmikan oleh Bapak Supagoldam (Gubernur Jawa Tengah saat itu) pada tanggal 27 Februari 1976. Kini, museum yang berdiri di atas lahan seluas 1.329 m2 dikelola oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Magelang. Sebelum Indonesia merdeka, bangunan ini merupakan rumah perwira Belanda yang didirikan pada tahun 1930.
Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini dialihfungsikan menjadi tempat pesanggrahan TNI. Sehabis Jendral Soedirman bertempur di medan perang agresi militer Belanda II, beliau dilarikan ke rumah sakit di Magelang. Karena Jendral Soedirman perlu dirawat jalan di Magelang, akhirnya beliau menempati bangunan ini sebagai rumah dinasnya. Di rumah inilah, pada tanggal 29 Januari 1950, beliau menghembuskan napas terakhirnya. Nilai historis dari rumah ini membuatnya sangat cocok untuk dijadikan museum. Di dalam Sejarah Museum Jendral Sudirman Magelang ini, ada 7 ruangan yang 4 di antaranya pernah digunakan beliau.
1. Ruang Tamu
Sebagaimana rumah pada umumnya, museum ini memiliki ruang tamu yang digunakan Jendral Soedirman untuk melayani tamunya. Sebagai jendral, tentu tamu beliau berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat tinggi di pemerintahan, perwira-perwira TNI, hingga rakyat biasa. Ada meja dan kursi yang tampak kuno di ruang tamu ini. Perabotan ini merupakan peninggalan dari Jendral Soedirman. Di ruangan ini, pengunjung dapat melihat papan yang bertuliskan riwayat hidup Jendral Soedirman.
2. Ruang Kerja
Ruangan ini merupakan tempat Jendral Soedirman menyusun komando perang gerilya Indonesia. Ya, sebagai pemimpin perang gerilya, beliau membutuhkan banyak waktu untuk memikirkan strategi yang tepat agar memenangkan perang. Ruang kerja ini memiliki sejarah tersendiri dalam kemerdekaan negeri ini.
3. Ruang Dokter
Di sinilah dua dokter pribadi Jendral Soedirman, dr H Koesen Hirohusodo dan dr Soewondo bertugas merawat Jendral Soedirman yang sedang sakit parah. Dokter pribadi Jendral Soedirman yang merupakan anggota TNI juga ikut turun ke medan perang demi memastikan kondisi sang jendral tetap baik-baik saja. Di dalam ruangan ini, terdapat replika tandu Jendral Soedirman. Dengan adanya replika tersebut, pengunjung dapat mengetahui kisah perjuangan Jendral Soedirman. Saat perang, beliau selalu digotong menggunakan tandu ketika tubuhnya tidak lagi kuat berjalan. Bahkan, masyarakat yang kampungnya dilewati oleh pasukan Jendral Soedirman pasti menyiapkan tandu untuk beliau.
4. Ruang Koleksi
Di ruang koleksi, pengunjung dapat menjumpai beberapa koleksi foto atau lukisan bangunan peninggalan Belanda. seperti gereja kristen jawa (GKJ) di Jl. Tentara Pelajar 106 Magelang, Kompleks Eks-karesidenan Kedu (Sejarah Museum Diponegoro Magelang) di Jl. Diponegoro 1 Magelang, dan RSJ. Prof. Dr. Soeroyo Magelang di Jl. Ahmad Yani 169 Magelang. Bangunan-bangunan tersebut masih digunakan hingga sekarang. Selain itu, ada jas panjang tebal khas Jendral Soedirman di ruangan ini. Beliau selalu menggunakan jas panjang tebal untuk menghangatkan tubuhnya dari dinginnya malam. Jas panjang ini juga sangat cocok dipakai beliau saat melewati rerumputan, semak belukar, dan sungai di hutan. Pakaian ini menjadi salah satu ciri khas beliau ketika perang gerilya.
5. Ruang Tidur
Ruangan ini masih menyimpan ranjang, seprai, dan lemari yang asli peninggalan Jendral Soedirman. Sedangkan, bantal dan kelambu di kamar ini merupakan replika. Di kamar tidur inilah, Jendral Soedirman menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 29 Januari 1950.
6. Ruang Makan
Ruang makan ini merupakan tempat Jendral Soedirman, istri, anak-anaknya, dan kerabatnya makan dan bercengkrama bersama. Meja dan kursi makan adalah asli peninggalan Belanda karena bangunan ini dulunya memang merupakan milik Belanda. Selain itu, ada pula lemari di ruang makan ini.
7. Ruang Meja Pemandian Jenazah
Di sini, terdapat meja pemandian jenazah Jendral Soedirman. Setelah dimandikan di atas meja tersebut dan disolatkan, jenazah Jendral Soedirman dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Yogyakarta. Beliau dikebumikan pada pukul 15.30 WIB, 29 Januari 1950.
Itulah penjelasan singkat mengenai Sejarah Museum Jendral Sudirman Magelang. Keadaan museum ini terbilang sepi pengunjung. Jadi, bagi para pembaca, yuk mengunjungi museum ini dan rasakan sensasi historisnya. Sebagai penutup, berikut ini kutipan kata-kata Jendral Soedirman yang menggambarkan kerennya perang gerilya. “Tak ada yang lebih kuat dari kelembutan, tak ada yang lebih lembut dari kekuatan yang tenang”.