Kota Jakarta bukan hanya dikenal sebagai kota metropolitan. Kota ini juga merupakan kota bersejarah, saksi dari asam manis kehidupan di masa lampau, mulai dari masa prasejarah hingga masa penjajahan Belanda di Indonesia. Menariknya, sejarah Kota Tua Jakarta melintasi waktu dibuktikan dengan berbagai koleksi penemuan-penemuan yang ada di Museum Kota Tua (Fatahillah) Jakarta. Ya, koleksi tersebut berasal dari zaman prasejarah hingga zaman kolonial Belanda. Sangat seru, bukan?
Sejarah Museum Kota Tua
Jika anda ingin ikut merasakan keseruan ini, silahkan berkunjung ke Museum Kota Tua. Bangunan bergaya neo klasik ini terletak di Jl. Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat. Awalnya, museum ini merupakan balai kota Batavia yang dibangun pada tahun 1707-1712. Balai kota ini terdiri atas ruang perkantoran, ruang pengadilan, dan ruang bawah tanah. Sebagai bekas balai kota pemerintah Hindia Belanda, bangunan ini sendiri memiliki sejarah yang sangat kelam. Pasalnya, ada penjara bawah tanah di balai kota ini dan banyak penghuni penjara yang tewas berjatuhan akibat diserang penyakit. Kondisi penjara yang tidak layak, penuh dengan kotoran, selalu terendam banjir air laut, membuat kebanyakan dari mereka tidak dapat bertahan hidup.
Setelah dipenjara dan pengadilan membuktikan bahwa ia bersalah, tahanan akan dieksekusi mati di depan balai kota. Hal ini ditandai dengan berbunyinya lonceng kematian yang ada di pucuk menara balai kota. Lonceng ini berbunyi 3 kali. Bunyi lonceng pertama berarti tahanan telah digiring ke lapangan eksekusi. Sedangkan, bunyi lonceng kedua menandakan tahanan telah berdiri di podium eksekusi. Nah, di bunyi lonceng ketiga, tahanan akan segera dieksekusi, disaksikan dari Jendela oleh pejabat-pejabat tinggi Hindia Belanda. Sangat mengerikan, bukan?
Tidak hanya tahanan penjara saja yang dieksekusi, melainkan ribuan masyarakat etnis Tionghoa juga dieksekusi di sini. Ya, jumlah orang yang dieksekusi mati di halaman Balai Kota Batavia adalah ribuan, dan pejabat Hindia Belanda fine-fine saja saat melihat itu. Tentunya tidak heran jika Museum Kota Tua menyimpan berbagai kisah mistis akibat pembunuhan bejat terhadap ribuan orang di masa lalu.
Koleksi Museum Kota Tua
Sangat menyeramkan, bukan? Meskipun begitu, jangan sampai melewatkan keseruan untuk melihat koleksi museum yang keren-keren ini. Intinya, jaga pikiran dan kata-kata anda saat memasuki museum ini. Jadi, ada apa saja nih koleksi di Museum Kota Tua (Fatahillah)?
- Benda Peninggalan Prasejarah di Jakarta
Masa prasejarah merupakan masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Serunya, ternyata saat masa prasejarah, manusia telah mendiami wilayah Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penemuan yang menjadi koleksi di ruang prasejarah Jakarta, yakni kapak batu, serpih bilah, gerabah, manik-manik, kapak perunggu dan lain-lain. Benda-benda peninggalan prasejarah tersebut tentu memberikan gambaran mengenai kehidupan manusia prasejarah pada masa itu. Benda-benda tersebut banyak ditemukan di daerah Sungai Ciliwung, Pejaten, dan Kampung Kramat. Dari segi waktunya, benda-benda ini merupakan peninggalan zaman batu Neolithikum (3000 SM hingga 1000 SM) dan zaman logam di Indonesia (1000 sm hingga 500 SM).
2. Prasasti Ciaruteun Peninggalan Tarumanegara
Di Sejarah Museum Kota Tua ini, pengunjung dapat menjumpai prasasti Ciaruteun. Sesuai dengan namanya, prasasti ini ditemukan di Sungai Ciaruteun, Desa Ciaruteun, Kabupaten Bogor pada tahun 1863. Awalnya, masyarakat mengira bahwa prasasti ini merupakan batu biasa karena tidak terlihat tulisan sanskertanya akibat posisnya terbalik. Namun, sesudah dibalik, orang pun dapat melihat tulisan sanskerta yang terpahat di prasasti tersebut. Penasaran kan dengan pahatan di prasasti Ciaruteun? Ini dia kalimatnya :
Vikkrantasyavanipat eh
Srimatah purnnavarmmanah
Tarumanagarendrasya
Visnoriva padadvayam
“Inilah tanda sepasang telapak kaki seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawarmman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Ya, di prasasti tersebut memang ada jejak kaki di atasnya. Jadi, dari kalimat di prasasti tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan.
- Pertama, jejak kaki yang ada di Prasasti Ciaruteun merupakan milik dari Raja Purnawarman.
- Kerajaan Taruma Negara memuja Dewa Wisnu
- Raja Purnawarman merupakan raja terbaik dan paling berani dalam sejarah kerajaan Tarumanegara
3. Meriam Si Jagur
Meriam ini merupakan peninggalan dari Portugis. Namun, ketika Portugis meninggalkan Indonesia, Meriam Si Jagur pun diambil alih oleh Belanda. Meriam seberat 3,5 ton ini memiliki bentuk yang aneh di ujungnya, sebab terlihat seperti simbol persetubuhan. Bahkan, konon katanya, jika seorang wanita memegang meriam ini, maka ia akan hamil. Itulah mengapa banyak pasangan yang sudah lama menanti anak, beramai-ramai menziarahi meriam si jagur ini. Anehnya, hal ini banyak dipercayai warga karena beberapa pasangan suami istri ‘terbukti’ memiliki buah hati setelah berziarah ke Si Jagur. Namun, itu dulu, sebelum Si Jagur dipindahkan. Nah, pada tahun 1974, akhirnya meriam Si Jagur dipindahkan ke Museum Kota Tua (Fatahillah) setelah sebelumnya diletakkan di Jembatan Kota Intan dan Museum Wayang
4. Patung Dewa Hermes
Apakah anda mengenal sosok Dewa Hermes? Dalam mitologi peradaban Yunani, Dewa Hermes merupakan anak dari Dewa Zeus dan Maia. Ia digambarkan sebagai sosok laki-laki berbadan tegap dan dapat diandalkan untuk menyampaikan berita. Kekerenan Dewa Hermes pun menginspirasi Giovanni Bologna untuk membuat patungnya. Kemudian, patung tersebut dibeli oleh pengusaha Jerman yang berpindah menjadi warga negara Belanda. Ia memiliki usaha di Hindia Belanda (Indonesia) dan membawa patungnya ikut serta ke sini. Setelah akan pulang ke negerinya, pengusaha tersebut memberikan patung Dewa Hermes ke Pemerintah Hindia Belanda untuk memperindah Kota Batavia. Zaman pun berlalu. Kini, pengunjung dapat melihat patung Dewa Hermes ini di taman belakang Museum Kota Tua (Fatahillah).
5. Penjara Bawah Tanah
Salah satu ruangan yang menarik dari Museum Kota Tua (Fatahillah) adalah penjara bawah tanah yang digunakan oleh VOC untuk menghukum pemberontak. Penjara ini hanya memiliki tinggi sekitar 1 meter dan diisi oleh 300 orang, padahal idealnya Cuma bisa dihuni oleh beberapa orang saja. Dengan ketinggian hanya 1 meter dan kepadatan penjara tersebut, para penghuni penjara tidak bisa berdiri tegak dan sulit bernafas.
Tidak hanya itu, mereka juga menderita penyakit tifus, disentri, dan kolera akibat tidak diberi makan dan minuman serta buang air di tempat saja. Keadaan penjara yang lembab, penuh bibit penyakit, dan pengap membuat banyak penghuni penjara yang tewas. Penjara di zaman tersebut memang benar-benar tidak manusiawi. Dua pahlawan yang pernah dipenjara di sini adalah Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro.
Ada juga penjara khusus wanita di museum ini. lokasinya terpisah dengan penjara pria. Penjara ini terbilang lebih baik dibandingkan penjara pria. Pasalnya, ukuran penjara lebih luas dan penjaranya juga lebih tinggi. Meskipun begitu, tetap saja penjara ini terendam air sehingga tidak terlalu ‘menyelamatkan’ wanita secara signifikan. Seorang pahlawan wanita yang pernah dipenjara di sini adalah Cut Meutia.
Itulah tadi beberapa koleksi Museum Kota Tua beserta Sejarah Museum Kota Tua. Sangat menarik, bukan? Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, berkunjung ke Museum Fatahillah Jakarta di kota Tua !