Sejarah Gudeg sebagai makanan khas daerah yogyakarta dan menjadi makanan enak serta murah. Kuliner, mungkin itu adalah satu kata yang paling pas untuk sesuatu yang paling di inginkan wisatawan yang sedang berkunjung ke suatu tempat. Kuliner memang sudah menjadi hal yang wajib jika kita mengunjungi suatu tempat yang belum pernah kita kunjungi. Seperti kota Surabaya yang terkenal dengan rujak cingur atau jakarta yang terkenal dengan kelezatan ketoprak yang siap menggoyang lidah para penikmat kuliner.
Baca Juga :
Sejarah Gudeg
Mungkin gudeg yang pernah Anda makan berbeda dengan yang pernah orang lain makan. Karena memang lauk dari nasi gudeg sendiri sangat fleksibel. Bisa hanya tahu dan tempe serta kuah, namun juga dapat ditambahkan banyak jenis makanan lainnya. Berbagai makanan tambahan tersebut seperti : telur rebus, daging suwir, kacang goreng dan jenis- jenis makanan lainnya yang cocok untuk dikombinasikan dengan nasi gudeg seperti ayam dan sambal.
Cara menyajikannya pun ada yang per porsi dan ada juga yang bisa memilih, sehingga bisa lebih pas di kantong. Ada baiknya jika Anda bertanya dulu berapa harga lauk dari nasi gudeg yang akan Anda makan jika Anda memilih sendiri lauknya. Hal itu dapat mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, yaitu kena harga super mahal di belakang. Pastinya nggak mau kan kena makanan harga selangit? Apalagi kalau rasanya tidak begitu enak. (Baca Juga : Candi Peninggalan Agama Hindu)
Masyarakat sekarang mungkin sudah mulai lupa tentang makanan khas dari daerah – daerah di Indonesia. Tentu ini bukan salah mereka juga, berbagai jenis makanan sekarang telah masuk di Indonesia, entah itu makanan dari barat, korea, atau bahkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sehingga agak sulit untuk menghafal semua makanan khas dari tiap – tiap daerah. Nah, sekarang mari kita belajar sama – sama tentang makanan khas Jogjakarta bernama “Nasi Gudeg” ini.
Baca juga:
Saat Jogjakarta pertama kali dibangun, makanan lezat satu ini memang sudah dikenal masyarakat. Sejarah gudeg bermula dari 5 abad yang lauk dimana para prajurit Kerajaan Mataram sedang menyisir hutan belantara. Bukan tanpa sebab, namun hal itu mereka lakukan untuk memperluas peradaban yang saat ini terletak di kotagede. Saat para prajurit tersebut masuk ke dalam hutan, mereka menjumpai banyak sekali pohon nangka dan kelapa. Tentu saja, buah nangka dan kelapa dapat langsung dikonsumsi oleh para prajurit. Namun lama – kelamaan para prajurit berpikiran untuk mengolah buah nangka dan kelapa tersebut. Mungkin mereka merasa kurang mantap jika belum makan nasi. Maka dari itu ratusan prajurit tersebut mulai bereksperimen untuk menghasilkan sesuatu yang nikmat dari buah nangka dan kelapa. Salah satu dari eksperimen itulah yang berhasil menciptakan “gudeg” yang saat ini kita kenal. (Baca juga: Sejarah Radio)
Singkat cerita, untuk memenuhi perut dari ratusan prajurit, buah nangka dan kelapa tersebut dimasak di sebuah ember yang sangat besar dan terbuat dari logam. Untuk mengaduk makanan di ember super besar, tentu membutuhkan pengaduk yang besar dan panjang pula. Pengaduk itu terlihat seperti bukan untuk makanan, karena besarnya menyerupai dayung perahu. Proses dari mengaduk ember super besar tersebut dinamai dengan “hangudek” di kalangan prajurit tersebut. Dari kata “hangudek” tersebutlah nama “gudeg” dipakai.
Terciptanya makanan gudeg memang dinilai seperti tidak sengaja, karena prajurit Kerajaan Mataram saat itu hanya mencari cara seadanya bagaimana menjadikan buah nangka dan kelapa menjadi lauk. Siapa yang menyangka, resep gudeg malah menjadi ikon atau bahkan identitas kota Jogjakarta. Kalau sobat ke Jogja, tentu pengalaman mencicipi cita rasa nasi gudeg tidak bisa Sobat lewatkan. Nah, dari resep yang hanya diketahui prajurit Kerajaan mataram, pelan – pelan menyebar ke masyarakat luas. Cara menyebarnya juga tidak disertai dengan resep yang paten. (Baca juga: Sejarah Olahraga di Indonesia)
Maka dari itu, masyarakat sekarang melihat gudeg sebagai makanan yang fleksibel. Dapat ditambah dengan berbagai macam lauk, atau juga bisa disantap hanya dengan kuah (biasa juga disebut areh) saja.
Di jaman dulu, ketika masih belum ada mobil mewah dan berbagai macam merek smartphone. Makanan juga bisa menjadi tolak ukur kekayaan seseorang. Seperti yang disebutkan diatas, menyantap olahan buah nangka dan kelapa dengan dicampur kuah saja sudah bisa disebut dengan nasi gudeg. Tentunya orang yang menyantap dengan kuah saja berasal dari orang kelas bawah. Sedangkan orang kelas menegah mungkin bisa menambahkan lauk seperti tempe dan tahu. Namun, orang yang berasal dari keluarga ningrat (keluarga kelas menegah ke atas) biasa menyantap nasi gudeg dengan tambahan lauk telur dan ayam.
Baca juga:
Selain itu, gudeg juga dapat dengan mudah ditemui di jogjakarta tanpa mempedulikan pagi, siang, sore maupun malam hari. Hal ini, karena gudeg bisa dimakan kapanpun, dimanapun dan juga dengan budget berapapun tentunya. Kalau lagi kantong kering, ya boleh saja makan gudeg dengan kuahnya saja. Untuk minumnya bisa pura – pura kesurupan biar dapet teh anget gratis. Modal 5 ribu sampai 7 ribu sudah kenyang.
Sekarang, resep gudeg sudah mulai berkembang dan berbagai jenis gudeg pun bermunculan. Tiga jenis gudeg yang paling populer adalah : gudeg kering, gudeg basah, dan gudeg solo. Mari kita telisik lebih dalam tentang masing – masing dari mereka. (Baca juga: Sejarah Jembatan Ampera)
1. Gudeg Kering
Semua kembali kepada selera masing – masing orang. Orang yang lebih suka dengan cita rasa yang lebih halus seperti yang terhidang di gudeg basah juga banyak. Kelebihan gudeg kering ini adalah tidak mudah basi. Sehingga gudeg kering menjadi alternatif untuk Anda yang ingin membeli gudeg sebagai oleh – oleh.
Salah satu tempat di jogjakarta yang paling terkenal dengan kelezatan gudeg kering adalah “Gudeg Yu Djum”. Rumah makan tersebut terletak di Jl. Wijilan No. 167 Jogjakarta. Nama Yu Djum sendiri berasal dari Djuwariah. Eksistensi Gudeg Yu Djum sudah terkenal di kalangan pecinta kuliner tanah air. Bagaimana tidak, rumah makan satu ini sudah berdiri sejak tahun 1950. Hal itu hanya terpaut beberapa tahun saja dari warung gudeg pertama di Wijilan yang bernama “Gudeg Bu Slamet” yang berdiri sejak 1942. (Baca juga: Sejarah Islam di Indonesia)
Pada awalnya, gudeg Yu Djum dijual di pinggiran trotoar jl. Wijilan, namun perlahan tetapi pasti, warung pinggiran tersebut berubah menjadi salah satu rumah makan terfavorit di Jogjakarta. Menurut sebuah sumber, sampai saat ini Yu Djum masih memasak gudegnya sendiri meskipun usianya telah menginjak kepala 8. Untuk harga? Tenang saja, untuk satu porsi gudeg dengan lauk telur harga yang dipatok hanya kisaran 10.000 rupiah saja. Sedangkan jika Anda memesan dengan banyak lauk, mungkin bisa menghabiskan sampai sekitar 30.000 rupiah. Tentunya harga yang cocok untuk menikmati cita rasa yang maksimal.
Anda merasa terlalu jauh? Tenang, karena rumah makan satu ini telah membuka banyak cabang yang bisa Anda kunjungi. Cabang – cabang tersebut terletak di Jl. Kaliurang Km. 5 Koncoran Gg. Sri Katon 2 Yogyakarta, Jl. Kaliurang Km 4,5 Yogyakarta (timur MM UGM), Jl. Wijilan No.167 Yogyakarta (Timur alun alun utara), Jl. Laksda Adisucipto KM. 9 No. 6A Jogja (dekat bandara adisucipto), Jl. Dagen No. 2C (Malioboro), Yogyakarta, jl Wates km 12 kalakan, bantul, Jl. AM sangaji No.93 Monjali Yogyakarta (utara Hotel Tentrem). Mantap sekali bukan? (Baca juga: Candi Peninggalan Budha)
2. Gudeg Basah
Banyak rumah makan yang menjual gudeg basah dan gudeg kering, selain itu, jika Anda tidak menemui makanan gudeg basah di satu rumah makan, Anda dapat mencarinya di rumah makan lain yang letaknya tidak jauh dari rumah makan sebelumnya.
Perlu diketahui bahwa gudeg basah telah lebih dulu diciptakan daripada gudeg kering. Namun tuntutan pasar yang menginginkan membawa gudeg menjadi oleh – oleh membuat para pedagang menciptakan gudeg kering. (Baca juga: Candi Peninggalan Agama Hindu)
3. Gudeg Solo
Jika Anda ingin mencoba gudeg versi Anda sendiri, Anda perlu mempersiapkan bahan – bahan seperti berikut :
Untuk bumbunya, Anda harus mempersiapkan :
Untuk cita rasa yang maksimal, Anda tentu membutuhkan bahan pelengkap dan lauk pauk untuk gudek yang Anda masak. Berikut adalah bahan pelengkap yang dapat Anda gunakan dalam gudeg :
Nah, itu dia sedikit tentang sejarah serta pengetahuan tentang salah satu makanan khas andalan negara kita. Mungkin Anda akan menemukan banyak versi dari sejarah gudeg dari berbagai website. Ada yang mengatakan bahwa gudeg memanfaatkan tanaman nangka dan kelapa yang banyak sekali di pemukiman warga sehingga akhirnya diolah menjadi masakan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa makanan gudeg bermula dari makanan Kerajaan, yang pelan – pelan dikenal oleh masyarakat luas.
Baca juga:
Tentunya, jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut, Anda memerlukan riset yang lebih dalam. Atau mungkin juga Anda dapat langsung bertanya kepada penjual gudeg yang sudah tua atau lam di jogjakarta. Untuk mendapatkan jawaban yang objektif pun Anda harus berkunjung ke beberapa penjual gudeg, cukup ribet juga ya. Mungkin karena jaman dulu belum ada internet, dan penyebaran informasi lebih mengandalkan sistem mulut ke mulut yang sering kali ditambahi dengan bumbu- bumbu tambahan.
Tapi jika Anda hanya ingin mencicipi gudeg, tentunya Anda tidak perlu terlalu serius dengan itu, namun yang jelas, gudeg berasal dari Jogjakarta. Coba deh, bayangkan Anda berkunjung ke Jogjakarta bersama dengan orang yang Anda sayangi. Anda menikmati suasana yang damai disana dan kemudian langkah Anda terhenti untuk mengisi energi di salah satu rumah makan lesehan Jogja. Nasi gudeg terhidang lengkap dengan musisi jalanan Jogja yang sudah terkenal dengan alunan musik kalem yang membuat Anda bersama kerabat betah seharian disana.(Baca juga: Sejarah Sepak Bola)
[accordion]
[toggle title=”Artikel Terkait” state=”closed”]
[/toggle]
[toggle title=”Artikel Lainnya”]
[/toggle]
[/accordion]
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…