Museum Dirgantara atau Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala adaah salah satu museum di Yogyakarta yang digagas oleh TNI Angkatan Udara. Koleksi Museum Dirgantara sebagian besarnya berupa pesawat terbang yang pernah mengabdikan diri di lingkungan TNI AU.
Sejarah Museum Dirgantara di Yogyakarta
Museum Dirgantara berlokasi di Yogyakarta, tepatnya di kompleks Pangkalan Udara Adi Sutjipto. Museum ini pada awalnya berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin. Pemindahan museum dari Jakarta ke Yogyakarta dilakukan dengan pertimbangan antara lain bahwa Yogyakarta merupakan tempat lahir dan pusat perjuangan TNI AU periode 1945 – 1949. Yogyakarta juga merupakan tempat penggodokan Karbol AAU.
Pada bulan November 1977 Museum AURI di Jakarta dipindahkan dan diintegrasikan dengan Museum di Ksatrian AAU di Pangkalan Adisutjipto, Yogyakarta. Namun, koleksi Museum Pusat TNI AU “Dirgantara Mandala”, utamanya Alutista Udara berupa pesawat terbang yang terus berkembang, sehingga gedung museum di Kesatrian AKABRI Bagian Udara tidak dapat menampung koleksi museum. Lokasi museum juga sukar dijangkau pengunjung, sehingga Pimpinan TNI-AU memutuskan untuk memindahkan museum ini lagi.
Pada tahun 1984, museum dipindahkan ke Wonocatur menempati sebuah gedung bersejarah bekas pabrik gula. Gedung tersebut pada masa penjajahan Belanda ialah sebuah pabrik gula, sedangkan pada masa pendudukan Jepang digunakan sebagai Depo Logistik. Pada Oktober 1945, BKR dan para pejuang kemerdekaan berhasil merebut Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Lanud Adisutjipto) dari pendudukan Jepang. Unsur logistik dan fasilitasnya kemudian dimanfaatkan sebagai unsur kekuatan awal TNI Angkatan Udara.
Pada 17 Desember 1982, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi, menandatangani sebuah prasasti yang diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI-AU No. Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 AApril 1984. Surat tersebut yakni tentang rehabilitasi gedung tersebut untuk dipersiapkan sebagai gedung permanen Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala.
Gedung yang sudah direhabilitasi pun diresmikan pada tanggal 29 Juli 1984 oleh Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Sukardi sebagai Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Luas area museum seluruhnya kurang lebih 4,2 Ha dengan luas bangunan seluruhnya yang digunakan seluas 8.765 m2. Baca juga sejarah Museum Vredeburg, sejarah Museum Ullen Sentalu, dan sejarah Museum Jenderal Sudirman di Yogyakarta.
Koleksi Museum Dirgantara
Koleksi Museum Dirgantara terdiri dari koleksi komponen alutista dan pesawat terbang dari negara barat hingga timur. Selain itu, terdapat juga koleksi lainnya, seperti diorama-diorama, foto-foto, lukisan-lukisan, tanda-tanda kehormatan, dan lainnya yang disususn dan ditata berdasar kronologi peristiwa. Pesawat tempur dan replikanya terdapat di museum ini. Kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia 2 dan perjuangan kemerdekaan, diantaranya adalah
- Pesawat Ki-43 buatan Jepang
- Pesawat PBY-5A (Catalina)
- Replika Pesawat WEL-I RI-X (pesawat pertama hasil produksi bangsa Indonesia)
- Pesawat A6M5 Zero Sen buatan Jepang
- Pesawat pembom B-25 Mitchel, B-26 Invader, dan TU-16 Badger
- Helikopter Hillier 360 buatan AS
- Pesawat P-51 Mustang buatan AS
- Pesawat KY51 Cureng buatan Jepang
- Replika Pesawat Glider Kampret buatan Indonesia
- Pesawat TS-8 Dies buatan AS
- Pesawat Lavochkin La-11, Mig-15, MiG-17, dan MiG-21 buatan Rusia
- Rudal SA-75
Selain itu, Museum Dirgantara juga memiliki koleksi berupa Prototype Bom sejumlah 9 buah buatan Dislitbangau yang bekerja sama dengn PT. Sari Bahari dan PT. Pindad. Koleksi bom-bom tersebut adalah bom latih (BLA/ BLP) dan bom tajam (BT) yang mempunyai daya ledak tinggi (high explosive), sebagai senjata pesawat-pesawat seperti Pesawat Sukhoi Su-30, F-16, F-5, Sky Hawk, dan Super Tucano.
Museum Dirgantara memiliki koleksi Pesawat WEL RI X yang merupakan produksi pertama bangsa Indonesia yang dibuat tahun 1984. Pesawat tersebut dibuat oleh Biro Rencana dan Konstruksi, Seksi Percobaan Pembuatan Pessawat Terbang, Magetan, Madiun, Indonesia dibawah pimpinana Opsir Udara III (Kapten) Wiweko Supomo. Pesawat tersebut menggunakan mesin Harley Davidson 2 Silinder model tahun 1928.
Museum Dirgantara mempunyai Pesawat Pembom Guntai yang disebut dari Jepang ketika Belanda melancarkan aksi blockade terhadap Dirgantara Indonesia. Pesawat tersebut buatan tahun 1930 dan diterbangkan oleh Kadet Mulyono. Ia melaksanakan pemboman terhadap kedudukan lawan di Semarang pada tanggal 29 Juli 1947. Museum ini juga memiliki Pesawat Jet Star yang menjadi pesawat Kepresidenan hadiah dari Pemerintah Amerika Serikat kepada Presiden RI Soekarno. Pesawat Kepresidenan tersebut pernah digunakan dalam kunjungan ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Selain itu, terdapat juga koleksi berbagai jenis pesawat pemburu, latih, dan angkut periode 1950 – 1965. Terdapat juga koleksi lainnya seperti Diorama Sekbang I Taloa, Amerika Serikat, Sekbang India, Sekbang Andir, dan Sekolah Perwira Teknik Udara. Museum ini juga memiliki koleksi K-24 buatan Amerika tahun 1944. Kamera tersebut menjadi koleksi museum ini sejak tahun 1978. Pada hari Selasa, 24 April 2018, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meresmikan 4 bekas pesawat bersejarah yang sudah selesai direstorasi untuk melengkapi kolekis Musem Pusat TNI Angkatan Udara Dirgantara Mandala. Keempat pesawat tersebut adalah Pesawat C-130 Hercules, IL-14 Avia, Fokker 27 TS, dan F-4 Hawker.
Menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, diantara keempat pesawat tersebut, salah satunya tidak termasuk miliki bangsa Indonesi, yakni pesawat Hawker Hunter. Pesawat tersebut meskipun bukan milik bangsa Indonesia, tetapi memiliki keterkaitan sejarah dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pesawat tersebut awalnya akan digunakan Tentara Belanda untuk menghadapi pesawat-pesawat buser Tentara Indonesia, seperti Pesawat MIG-21 dan TU-16. Akan tetapi, sebelum berperang di udara, pesawat tersebut mengalamai kecelakaan karena run down. Hal ini menyebabkan pelurunya meledak sendiri sebelum ditembakkan. Sistem pesawat pun seluruhnya rusak parah dan tidak bisa digunakan Belanda, sehingga ditinggal di sebuah hangar di Biak sampai Belanda terusir dari Indonesia.
Menurut Kepala Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Kolonel Dede Nasrudin, menyatakan bahwa empat pesawat zaman kemerdekaan yang berhasil direstorasi merupakan bagian sejarah penegakan kedaulatan Republik Indonesia. Misalnya, Pesawat C-130 Hercules yang diberi nama Alfa-1301 dan dijuluki sebagai ‘Legenda Sang Penjajah’. Pesawat tersebut pernah digunakan dalam Operasi Trikora di Irian Barat (Perjuangan Pembebasan Irian Barat) pada tahun 1962, Operasi Dwikora di Malaysia pada tahun 1965, Operasi Seroja di Timor Timur pada tahun 1975, dan operasi keamanan dalam negeri.
Inilah penjelasan mengenai koleksi Museum Dirgantara atau Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Baca juga sejarah Museum De Mata, sejarah Museum Biologi, sejarah Museum Batik Yogyakarta, dan sejarah Museum Jogja Kembali. Semoga bermanfaat.