Kemerdekaan – Sejarah Lengkap Sejarahwan Sat, 18 Jan 2020 04:27:15 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.8.6 Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda /indonesia/kemerdekaan/sejarah-perang-aceh-melawan-belanda-2 Sat, 18 Jan 2020 04:27:14 +0000 /?p=5476 Perang Aceh adalah salah satu dari banyaknya perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda yang terjadi jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Perang Aceh yang terjadi pada tahun 1873 – 1904 adalah perang…

The post Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Perang Aceh adalah salah satu dari banyaknya perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda yang terjadi jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Perang Aceh yang terjadi pada tahun 1873 – 1904 adalah perang antara Kesultanan Aceh melawan Belanda.

Pernyataan perang Belanda terhadap Aceh terjadi pada 26 Maret 1873 dan mulai menembakkan meriam dari kapal perang Citadel van Antwerpen ke daratan Aceh. Sejarah perang Aceh menjadi peperangan yang paling lama dan besar yang pernah dilakukan bangsa Indonesia.

Bahkan setelah Kesultanan Aceh menyatakan menyerah pada 1904, perlawanan secara gerilya dan acak masih dilakukan oleh rakyat Aceh sehingga total waktu peperangan sebenarnya memakan waktu 69 tahun sejak 1873 – 1942.

Konon dalam sejarah perang Aceh menelan korban hingga 100 ribu orang dari kedua pihak sejak penyerbuan Belanda di Pantai Ceureumen pada April 1873.

Pada penyerbuan yang dipimpin oleh Johan Harmen Rudolf Kohler yang langsung menguasai Masjid Raya Baiturrahman tersebut, konon sekitar 37.500 orang dari pihak Belanda tewas, 70.000 orang dari Aceh tewas dan 500.000 orang mengalami luka – luka.

Perjanjian Belanda dan Inggris Raya

Pada tahun 1824 Belanda dan Britania Raya mengadakan perjanjian London mengenai batas – batas kekuasaan di Asia Tenggara mengacu pada garis lintang Singapura. Kedua negara tersebut mengakui kedaulatan Aceh dalam perjanjian.

Namun pada 1858 Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda. Padahal semua daerah tersebut telah menjadi wilayah kekuasaan Aceh sejak Sultan Iskandar Muda berkuasa.

Aceh kemudian menuduh Belanda tidak menepati janji sehingga menenggelamkan kapal – kapal Belanda yang lewat perairan wilayah Aceh. Perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan sejak dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps.

Kemudian perjanjian London 1871 kembali disepakati antara Inggris dan Belanda. Isi perjanjian tersebut bahwa Britania tidak keberatan pada tindakan Belanda untuk memperluas dominasinya di Sumatera dan membatalkan perjanjian tahun 1824.

Belanda harus menjaga keamanan lalu lintas di Selat Malaka, dan mengizinkan Britania bebas untuk berdagang di Siak, juga menyerahkan wilayah Guyana Barat kepada Britania. Aceh kemudian menjalin hubungan diplomatik dengan konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura, dan mengirim utusan ke Turki Utsmani pada 1871.

Kegiatan diplomatik Aceh tersebut justru dijadikan alasan bagi Belanda untuk melakukan penyerangan ke Aceh. Walaupun Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen datang ke Aceh dengan membawa dua kapal perang, Sultan Mahmud Syah menolak menghentikan usaha diplomatiknya sehingga memicu pernyataan perang yang pada akhirnya menjadi penyebab perang Aceh dari Nieuwenhuijzen.

Terjadinya Perang Aceh

Perang Aceh terjadi dalam beberapa fase sepanjang puluhan tahun tersebut seperti berikut ini:

  • Perang Aceh Pertama (1873 – 1874)

Perang ini dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah, melawan Belanda yang berada di bawah kepemimpinan Mayr Jenderal Kohler. Mereka dapat mengalahkan Kohler dan 3000 orang prajuritnya, bahkan Kohler tewas pada 14 April 1873. Perang lalu berkecamuk di mana – mana sepuluh hari setelahnya.

Perang paling besar terjadi untuk merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman bersama bantuan dari beberapa kelompok pasukan dari Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu’uk, Peukan Bada, Lambada, Krueng Raya. Pasukan Belanda lalu dipimpin oleh Mayor Jenderal Van Swieten.

  • Perang Aceh Kedua (1874 – 1880)

Sejarah perang Aceh memasuki babak kedua dimana Belanda dibawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten berhasil menduduki Keraton Sultan pada 26 Januari 1874. Keraton dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda, untungnya sebelum itu Sultan dan keluarganya sudah melarikan diri ke Lheungbata.

KNIL mengumumkan perang kedua pada 20 November 1873 sesudah kegagalan pada perang pertama. Belanda pada saat itu sedang mencoba menguasai seluruh Indonesia, bergerak pada November 1873 – April 1874. Pada bulan Januari 1874 Belanda berpikir bahwa mereka sudah menang perang sehingga mengumumkan pembubaran Kesultanan Aceh.

Namun pihak Aceh masih melawan, walaupun Sultan Mahmud Syah dan pengikutnya telah melarikan diri ke bukit dan Sultan meninggal akibat kolera pada 26 Januari 1874. Para ulama Aceh membentuk pasukan Jihad dipimpin Teuku Cik Di Tiro, sedangkan rakyat membentuk pasukan besar dibawah pimpinan Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien.

Ketiganya kemudian diangkat sebagai pahlawan nasional dari Aceh. Tuanku Muhammad Daud Syah yang masih belia kemudian diumumkan sebagai Sultan Ibrahim Mansyur Syah (1874 – 1903) dalam sejarah Kesultanan Aceh Darussalam.

Perang Aceh Ketiga (1881 – 1899)

Dalam sejarah perang Aceh ketiga, perang dilanjutkan melalui cara gerilya berupa perang fisabilillah. Perang gerilya berlangsung hingga 1903, yang dipimpin Teuku Umar, Panglima Polim dan Sultan Aceh. Teuku Umar terus memimpin serangan ke pos – pos Belanda hingga dapat menguasai Meulaboh pada 1882.

Belanda sampai menggunakan pasukan khusus bernama Korps Marechaussee te Voet, tentara kerajaan Hindia Belanda. Mereka bukan tentara Belanda asli melainkan para serdadu bayaran Indonesia yang berasal dari Jawa serta Maluku yang sudah dilatih oleh Belanda.

Penyerbuan terus dilakukan ke daerah – daerah kekuasaan Belanda. Pada tahun 1899 pasukan Aceh diserang mendadak oleh pihak Van der Dussen di Meulaboh dan Teuku Umar gugur. Cut Nyak Dhien kemudian melanjutkan perjuangan sebagai komandan gerilya, seperti penyebab peristiwa Aceh 1990 dan bangunan bersejarah di Aceh.

Siasat Curang Belanda

Dr. Christiaan Snouck Hurgronje diutus oleh Belanda untuk menyusup ke masyarakat Aceh dan menyamar selama 2 tahun. Sebelumnya ia diharuskan mempelajari tentang Islam selama beberapa waktu sehingga fasih berbahasa Arab. Hasil pengamatannya ia gunakan untuk memberi rekomendasi kepada pasukan Belanda mengenai bagaimana cara mengalahkan rakyat Aceh.

Ia mengusulkan kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz (1898 – 1904) agar Sultan dan pengikutnya yang berkedudukan di Keumala diabaikan dulu dan memfokuskan siasat dengan menyerang kaum ulama.

Ia juga mengatakan agar jangan berunding dengan para pemimpin gerilya, mendirikan pangkalan di Aceh Raya, dan menunjukkan niat baik dengan mendirikan mushala, langgar, masjid, memperbaiki sistem pengairan, dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh. Usulan ini diterima oleh Van Heutz yang mengangkat Snouck sebagai penasihatnya.

Van Heutz meniru taktik perang rakyat Aceh secara gerilya dan pasukan Marechaussee pimpinan Hans Christoffel hingga mereka menguasai pegunungan dan hutan rimba raya Aceh selagi mencari para gerilyawan Aceh. Berikutnya Belanda menculik salah satu anggota keluarga pejuang Aceh, seperti penculikan permaisuri Sultan dan Tengku Putroe pada 1902.

Putera Sultan Tuanku Ibrahim ditawan oleh Van der Maaten hingga Sultan menyerah pada 5 Januari 1902. Belanda juga menangkap putra Panglima Polim, Cut Po Radeu, dan beberapa keluarga terdekat Panglima Polim sampai menyerah pada Desember 1903. Setelah itu, banyak para pemimpin rakyat yang ikut menyerah.

Taktik Belanda yang paling kejam dalam sejarah perang Aceh terjadi ketika dilakukan pembunuhan rakyat Aceh yang dipimpin Gotfried Coenraad Ernst van Daalen, pengganti Van Heutz. Terjadi pembunuhan terhadap 2.922 orang di Kuta Reh dengan rincian 1.773 lelaki dan 1.149 wanita.

Cut Nyak Dhien juga berhasil ditangkap dan diasingkan ke Sumedang. Van Heutz sebelumnya telah menyiapkan traktat pendek yang harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang menyerah.

Dalam perjanjian tersebut, Sultan Aceh mengakui bahwa daerahnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan lain di luar negeri, mematuhi seluruh perintah Belanda. Sultan Muhammad Dawood Syah kemudian diasingkan ke Batavia dan meninggal 6 Februari 1939, dimakamkan di TPU Utan Kayu, Rawamangun, Jakarta Timur.

Sejarah perang Aceh melawan Belanda menurut sejumlah sumber berlangsung hingga tahun 1904, yaitu hingga runtuhnya sejarah kerajaan Aceh. Namun berbagai perlawanan masih tetap dilakukan rakyat Aceh secara kelompok dan perorangan hingga menjelang kedatangan Jepang ke Indonesia.

The post Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah Perang Ambarawa Setelah Kemerdekaan /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/sejarah-perang-ambarawa-setelah-kemerdekaan Sat, 18 Jan 2020 04:17:35 +0000 /?p=5477 Sejak zaman kolonial, Ambarawa sudah menjadi kota militer untuk pemerintah Hindia Belanda. Benteng Willem I yang juga disebut sebagai Benteng Pendem didirikan di sana, tidak jauh dari museum kereta api…

The post Sejarah Perang Ambarawa Setelah Kemerdekaan appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejak zaman kolonial, Ambarawa sudah menjadi kota militer untuk pemerintah Hindia Belanda. Benteng Willem I yang juga disebut sebagai Benteng Pendem didirikan di sana, tidak jauh dari museum kereta api Ambarawa yang dulu adalah stasiun kereta.

Di Ambarawa ada kamp khusus untuk perempuan dan anak – anak Belanda ketika masa penjajahan Jepang di Indonesia. Sebagai kota yang memiliki kamp tawanan perang Ambarawa sudah pasti akan didatangi oleh pasukan sekutu.

Setelah Jepang kalah, Pasukan sekutu atas nama Rehabilitation of Allied Prisoers of War and Internees (RAPWI) mendatangi Ambarawa untuk merehabilitasi tawanan perang dan internir.

Ternyata tidak hanya tim rehabilitasi yang datang pada 19 Oktober 1945, turut serta dalam rombongan itu juga tentara sekutu pimpinan Brigadir Bethell, Komandan Satuan Artileri Divisi 23 militer Inggris.

Pasukan itu sebuah brigade campuran dari satuan – satuan infanteri yang dinamakan CRA’s Brigade. Mereka mendapatkan izin oleh pemerintah RI untuk mengurus tawanan perang di penjara Magelang serta Ambarawa.

Peristiwa di Ambarawa

Sejarah perang Ambarawa atau Palagan Ambarawa adalah suatu peristiwa perlawanan yang dilakukan rakyat kepada sekutu di Ambarawa, Semarang bagian Selatan, Jawa Tengah.

Latar belakang pertempuran Ambarawa diawali dari orang – orang Indonesia yang menyambut baik kedatangan sekutu terutama oleh pemerintah Jawa Tengah pimpinan Gubernur Mr. Wongsonegoro.

Tetapi diketahui kemudian bahwa NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut masuk dengan sekutu dan menjadi penyebab terjadinya pertempuran Ambarawa. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat merebut kekuasaan kembali. Situasi memburuk ketika para mantan anggota KNIL yang menjadi tahanan dipersenjatai oleh NICA.

Belanda merasa masih mempunyai hak berdasarkan perjanjian antara Inggris dan Belanda yang disebut Civil Affairs Agreement pada 24 Agustus 1945. Perjanjian itu mengatur mengenai pemindahan kekuasaan dari British Military Administration kepada NICA di Indonesia.

Pada 26 Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yang dipicu oleh tentara yang tiba di Magelang. Mereka berdalih akan mengevakuasi tahanan perang, namun justru menduduki Magelang. Kemudian terjadi pertempuan antara pasukan TKR resimen Magelang pimpinan Letkol M. Sarbini dengan sekutu yang mencoba melucuti senjata TKR.

Pertikaian tersebut reda Ir. Soekarno dan Brigjen Bethell berunding di Magelang pada 2 November 1945 untuk membahas gencatan senjata kesepakatan penyelesaian pertikaian pada sejarah perang Ambarawa. Isi perjanjian tersebut adalah:

  • Sekutu tetap menempatkan pasukan di Magelang untuk melindungi dan mengurus evakuasi para tahanan tawanan Jepang.
  • Gencatan senjata dilakukan sesegera mungkin.
  • Jumlah pasukan Sekutu akan dibatasi sesuai dengan tugasnya masing – masing.
  • Sekutu tidak mengakui aktivitas NICA dan organisasi di bawahnya dan NICA dilarang melakukan kegiatan apapun.
  • Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan Sekutu.
  • Pembentukan badan penghubung di Semarang, Ambarawa dan Magelang untuk mengatasi kesulitan yang timbul.

Pada 20 November 1945 pertempuran kembali terjadi antara TKR pimpinan Mayor Sumarto, rakyat dan tentara Inggris karena perjanjian yang tidak disepakati. Perjanjian justru dimanfaatkan untuk memperkuat posisi sekutu dan mendatangkan bala bantuan.

Berita akan peristiwa agresi militer di Surabaya pada 10 November, juga insiden tembak menembak yang menewaskan tiga perwira Inggris di Jawa Tengah membuat Brigadir Bethell menyalahkan RI. Pada 18 Oktober 1945 ia kemudian memerintahkan penangkapan Gubernur Wongsonegoro.

Pasukan sekutu di Magelang ditarik untuk memperkuat pertahanan ke Ambarawa pada tanggal 21 November dengan dilindungi pesawat tempur. Pertempuran kemudian pecah di dalam kota  dan kampung – kampung di sekitar Ambarawa yang dibom sekutu.

Pasukan TKR bertahan di kuburan Belanda bersama pasukan pemuda dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura. Mereka membentuk garis pertempuran di sepanjang rel kereta Ambarawa.

Dari arah Magelang datang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto pimpinan Imam Androngi pada melakukan serangan fajar 21 November 1945. Tujuan serangan tersebut adalah untuk memukul mundur pasukan Inggris di desa Pingit.

Mereka berhasil menduduki desa Pingit dan merebut desa – desa lainnya, kemudian meneruskan pengejaran terhadap sekutu. Pasukan mendapatkan tambahan tiga batalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion Sugeng 10 dipimpin Mayor Soeharto dan Batalion 8 dipimpin Mayor Sardjono.

Sekutu yang terkepung mencoba menerobos dengan menggunakan tank dari arah belakang. Pasukan TKR kemudian mundur ke Bedono agar tidak ada korban jiwa.

Tanggal 21 November 1945 sekutu diam – diam mundur ke Ambarawa dan dikejar oleh resimen Kedu Tengah pimpinan Kolonel M. Sarbini setelah sejarah museum Jenderal Sudirman Magelang dan sejarah museum Jenderal Sudirman Yogyakarta.

Sekutu karena kembali dihadang oleh pasukan Angkatan Muda pimpinan Oni Sastrofihardjo dan tertahan di Desa Jambu. Pasukan Oni diperkuat oleh tambahan pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Batalyon I Sorjosoempeno kembali menghadang sekutu di Ngipik.

Para komandan pasukan kemudian melakukan rapat koordinasi dengan pimpinan Kolonel Holland Iskandar dan membentuk komando bernama Markas Pimpinan Pertempuran di Magelang. Ambarawa dibagi menjadi empat sektor yaitu utara, selatan, timur dan barat.

Kekuatan pasukan tempur akan disiagakan bergantian. Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan desa tersebut tetapi sang Letkol tewas.

Setelah gugurnya Letkol Isdiman pada 26 November 1945, Kolonel Soedirman langsung turun ke lapangan dan memimpin strategi pertempuran sejarah perang Ambarawa.

Kehadiran Kolonel Soedirman di lapangan memberikan semangat baru bagi pejuang RI. Bala bantuan kemudian terus berdatangan dari Yogyakarta, Solo, Salatiga,  Purwokerto, Magelang, Semarang dan lainnya.

Puncak Pertempuran

Sejarah perang Ambarawa berlangsung dari 12 sampai 15 Desember 1945. Pada akhirnya sekutu terdesak dan terusir dari Banyubiru tanggal 5 Desember 1945.

Kolonel Sudirman mempelajari situasi medan pertempuran dan mengumpulkan semua komandan sektor pada 11 Desember 1945. Disimpulkan bahwa sekutu sudah terdesak dan perlu dilakukan serangan terakhir dengan rencana yaitu:

  • Serangan dilakukan secara serentak dan mendadak dari semua sektor.
  • Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
  • Pasukan badan perjuangan atau laskar menjadi tenaga cadangan.
  • Waktu serangan pada perang Ambarawa akan dilangsungkan pukul 04.30 pagi pada 12 Desember 1945.

Pasukan TKR mulai bergerak menuju pos masing – masing dan dalam waktu setengah jam berhasil mengepung pasukan musuh di dalam kota. Benteng Willem yang terletak di tengah kota Ambarawa diperkirakan sebagai tempat pertahanan terkuat sekutu.

Satu setengah jam pasukan TKR berhasil menguasai jalan raya Semarang – Ambarawa. Kolonel Sudirman segera memerintahkan penggunaan taktik Supit Urang berupa pengepungan ganda di kedua sisi musuh. Tujuan pengepungan tersebut untuk memutus komunikasi dan pasokan musuh dari pusat.

Pada tanggal 14 Desember 1945 pasukan sekutu mulai mundur karena terus disudutkan oleh pasukan RI sehingga persediaan logistik dan amunisi menipis.

Tanggal 15 Desember 1945 pukul 17.30 dalam sejarah perang Ambarawa, dampak pertempuran Ambarawa dirasakan oleh sekutu ketika Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan memukul mereka mundur ke Semarang.

Sejarah Monumen Palagan Ambarawa dan sejarah museum Ambarawa berawal dari keinginan mengenang sejarah perang Ambarawa dan sejak itu ditetapkan peringatan Hari Jadi TNI AD atau Hari Juang Kartika.

The post Sejarah Perang Ambarawa Setelah Kemerdekaan appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah G30S PKI Secara Kronologis /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/sejarah-g30s-pki-secara-kronologis Sat, 18 Jan 2020 03:13:48 +0000 /?p=5480 Bangsa Indonesia masih harus menghadapi kemelut di dalam negerinya sendiri setelah selama ratusan tahun melewati era penjajahan dan berhasil merebut kemerdekaan dari para penjajah tersebut. Berlangsungnya peristiwa G30S PKI pada…

The post Sejarah G30S PKI Secara Kronologis appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Bangsa Indonesia masih harus menghadapi kemelut di dalam negerinya sendiri setelah selama ratusan tahun melewati era penjajahan dan berhasil merebut kemerdekaan dari para penjajah tersebut. Berlangsungnya peristiwa G30S PKI pada 30 September 1965 membuat bangsa Indonesia memiliki sejarah kelam setelah kemerdekaan.

Pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia tersebut memakan korban para perwira Angkatan Darat dan seorang anak tidak berdosa. Kejadian ini adalah sebuah peristiwa yang sangat memilukan karena kekejaman PKI. Pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI terhadap pihak – pihak yang berseberangan atau bertentangan dengan pandangan mereka secara politik berlangsung dengan sangat brutal.

Peristiwa G30S PKI terjadi pada malam hari, pada saat pergantian waktu dari 30 September 1965 ke tanggal 1 Oktober 1965. D.N. Aidit memimpin pemberontakan tersebut untuk menggulingkan Soekarno dan menjadikan komunis sebagai ideologi dasar negara Indonesia menggantikan Pancasila.

Sudah sejak lama dalam sejarah PKI melakukan provokasi dan menghasut rakyat Indonesia agar mendapatkan dukungan penuh bagi tujuan organisasi PKI untuk menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Selain menghasuk rakyat, PKI juga mengecam kinerja kabinet dan tentara.

Pki bahkan menciptakan istilah NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis). DN. Aidit dinyatakan sebagai dalang atau otak dari G30S PKI oleh Pemerintah RI era Presiden Soeharto. Bibit pemberontakan sejarah G30S PKI sudah berlangsung jauh sebelum hari naas itu tiba.

Dibubarkannya Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI)

Pembubaran Masyumi dan PSI yang menjadi pesaing PKI pada Agustus 1960 oleh pemerintah membuat PKI semakin giat melakukan mobilisasi massa, menyebarkan pengaruh dan merekrut anggota lebih banyak. Kegiatan ini dalam sejarah G30S PKI bisa terjadi karena beberapa partai lain seperti NU dan PNI juga tidak berdaya.

Pada tahun 1963 dalam PKI mulai berusaha untuk duduk di dalam kabinet, berbeda dari tahun – tahun sebelumnya yang hanya memosisikan diri untuk mengkritik pemerintah khususnya para menteri yang berbeda pandangan politik. Hubungan antara PKI dan TNI AD juga semakin memanas dan tegang yang diakibatkan oleh berbagai sindiran serta kritik PKI terhadap para petinggi TNI.

PKI juga menyerang para pejabat anti PKI dengan tuduhan bahwa mereka adalah Kapitalis Birokrat Korup, mengusulkan adanya pembentukan Angkatan Kelima selain AD, AL, AU, dan Polisi. PKI mengusulkan Angkatan Kelima itu terdiri dari petani dan buruh yang diberi hak menggunakan senjata.

Isu Dewan Jenderal

Kronologi G30S PKI berlanjut kemudian dalam sejarah G30S PKI berhembus isu tentang Dewan Jenderal Angkatan Darat yang sedang menyiapkan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Menurut PKI bukti dari rencana itu terletak pada sebuah dokumen yang ditandatangani oleh Dubes Inggris di Indonesia Andrew Gilchrist, yang isinya bisa ditafsirkan sebagai adanya operasi dari pihak Inggris.

Subandrio membawa informasi ini dari Mesir pada tanggal 15 Mei 1965 dengan bukti dokumen Gilchrist. Soekarno menanggapi sangat serius dengan memanggil para Menteri Panglima AD pada tanggal 25 Mei 1965 untuk meminta kejelasan mengenai Dewan Jenderal.

Jenderal Ahmad Yani selaku Menteri Panglima AD ketika dikonfrontasi oleh Soekarno menolak dengan tegas bahwa isu tersebut tidak benar. Ia menyatakan bahwa tidak ada Dewan Jenderal, yang ada hanya Dewan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) yang tugasnya memberi masukan atau pendapat kepada Menpangad mengenai kepangkatan dan jabatan perwira tinggi AD.

Perselisihan antara Angkatan Darat dan PKI mencapai puncaknya ketika Pelda Soejono yang hendak menghentikan penyerobotan tanah perkebunan dibunuh sekelompok orang dari BPI yang merupakan organisasi di bawah PKI. Peristiwa itu adalah Peristiwa Bandar Betsy Surabaya.

Jenderal Ahmad Yani menuntut agar mereka yang terlibat segera diadili, sementara kalangan Islam semakin marah karena di Mangpingan tanah wakaf Pondok Modern Gontor seluas 160 hektar berusaha diambil alih paksa oleh PKI dalam rangkaian peristiwa G30S PKI.

Konflik antara Angkatan Darat dan PKI semakin memanas terlebih dengan sakitnya Soekarno secara mendadak pada bulan Juli. Tim dokter dari Cina yang didatangkan DN. Aidit menyimpulkan bahwa ada kemungkinan Presiden akan mengalami kelumpuhan atau meninggal dunia. Pimpinan PKI memutuskan untuk bergerak pada rapat politik biro PKI tertanggal 28 September 1965.

Pergerakan dipimpin oleh Letkol Untung, seorang tokoh G30S PKI, perwira AD yang dekat dengan PKI. Letkol Untung menggunakan Pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal khusus Presiden Soekarno. Mereka diberi perintah untuk menangkap para Jenderal dalam keadaan hidup atau mati, dan mereka berhasil membunuh tujuh orang dalam penyerbuan tanggal 30 September tersebut yaitu:

  • Letjen Ahmad Yani (Kastaf Komando AD)
  • Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri)
  • Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri)
  • Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri)
  • Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri)
  • Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman)
  • Lettu CZI Pierre Andreas Tendean (ajudan Jendral Nasution).

Pemberontakan tersebut juga menewaskan Bripka Karel Sasuit Tubun (pengawal di kediaman resmi Wakil PM II dr. J. Leimena) dan Ade Irma Suryani, putri dari Jendral Abdul Harris Nasution. Jendral Nasution menjadi satu – satunya petinggi TNI yang selamat karena dapat melarikan diri. Jenazah para korban dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya di Jakarta.

Setelah itu, PKI menguasai dua sarana komunikasi penting yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan. Mereka menyiarkan pengumuman mengenai sejarah G30S PKI melalui RRI. Pengumuman ditujukan kepada para perwira tinggi lainnya dari “Dewan Jenderal” yang akan mengkudeta pemerintah, PKI mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi yang diketuai Letkol Untung Sutopo.

Pembunuhan di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta juga dilakukan PKI terhadap Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta) dan Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kastaf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta). Keduanya dibunuh setelah diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965 karena menolak untuk bergabung dengan Dewan Revolusi PKI.

Situasi Setelah Sejarah G30S PKI

Tanggal 1 Oktober 1965 sore hari dimulai operasi penumpasan latar belakang G30S PKI dengan merebut kembali Gedung RRI Pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi. Operasi penumpasan sejarah G30S PKI dilakukan oleh kesatuan RPKAD yang pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi yang dibantu pasukan kavaleri. Basis PKI di daerah Halim Perdanakusuma diserang pada 2 Oktober 1965 atas perintah Mayjen Soeharto.

Pasukan RPKAD dipimpin Mayor C.I. Santoso pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil menguasai Lubang Buaya dan menemukan lokasi pembuangan mayat para korban yaitu dalam sebuah sumur di daerah tersebut. Sumur tersebut bergaris tengah ¾ meter dan kedalaman sekitar 12 meter. Pada tanggal 4 Oktober penggalian dilanjutkan oleh pasukan Para Amfibi KKO-AL , disaksikan oleh pimpinan sementara TNI AD Mayjen Soeharto.

Jenazah para jenderal yang berhasil diangkat dari dalam sumur kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Sebelumnya jenazah disemayamkan lebih dulu di Mabes TNI AD, dan mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi pada tanggal 6 Oktober dalam Sidang Kabinet Dwikora melalui surat keputusan pemerintah. Dampak G30S PKI yang terjadi saat itu sangat luas hingga menyusutnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Soekarno.

The post Sejarah G30S PKI Secara Kronologis appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
7 Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-perjanjian-renville Tue, 19 Nov 2019 09:02:50 +0000 /?p=5455 Indonesia dan Belanda terlibat dalam Sejarah Perjanjian Renville  pada tanggal 17 Januari 1948, bertempat di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville. Ketika itu kapal yang berlabuh di pelabuhan…

The post 7 Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Indonesia dan Belanda terlibat dalam Sejarah Perjanjian Renville  pada tanggal 17 Januari 1948, bertempat di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville. Ketika itu kapal yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta tersebut digunakan sebagai wilayah netral tempat perjanjian. Perundingan Renville dimulai tanggal 8 Desember 1947 dengan mediator dari Komisi Tiga Negara (KTN), mereka adalah Committee of Good Offices for Indonesia beranggotakan Amerika Serikat, Belgia dan Australia. Perjanjian Renville berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang dinamakan Garis van Mook diadakan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi setelah perjanjian Linggarjati di tahun 1946.

Pada tanggal 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jenderal Belanda Van Mook kemudian memerintahkan gencatan senjata pada 5 Agustus. Pada tanggal 25 Agustus DK PBB kembali mengeluarkan resolusi berdasarkan usulan AS bahwa konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda akan diselesaikan secara damai dengan pembentukan KTN oleh PBB. Tanggal 29 Agustus, garis Van Mook diumumkan oleh Belanda sebagai pembatas wilayah Indonesia dan Belanda. Wilayah RI dalam garis tersebut menyusut menjadi hanya sepertiga Pulau Jawa dan sebagian besar pulau di Sumatera tetapi tidak mendapatkan wilayah utama penghasil bahan makanan. Belanda juga masih melakukan blokade untuk mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian ke wilayah Indonesia.

Isi Perjanjian Renville

Situasi yang memanas antara Indonesia dan Belanda dimulai setelah Belanda melanggar perjanjian Linggarjati dan turut menjadi latar belakang perjanjian Renville. Dampak agresi militer Belanda 1 yang dilakukan untuk mengelak dari tujuan perjanjian Linggarjati tersebut telah membawa kemarahan tidak saja pada negara Indonesia namun juga dunia luar termasuk sekutu Belanda sekalipun, yaitu AS dan Inggris. Pembahasan situasi di Indonesia dalam rapat DK PBB kemudian diusulkan oleh Australia dan India.

Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB mendesak untuk dilakukannya gencatan senjata. Walaupun pada 17 Agustus 1947 telah ada kesepakatan antara pemerintah RI dan Belanda untuk menghentikan gencatan senjata sebelum Renville, tetapi masih terjadi pertempuran antara tentara Belanda dengan laskar rakyat yang bukan TNI. Sesekali pasukan TNI bahkan juga terlibat dalam pertempuran, seperti dalam peristiwa yang terjadi di Karawang dan Bekasi. Isi perjanjian Renville yaitu:

  • Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra hanya diakui Belanda sebagai wilayah Republik Indonesia.
  • Disetujui sebuah garis demarkasi untuk memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan bagian Belanda.
  • TNI harus ditarik mundur dari daerah – daerah basis perjuangannya terutama di wilayah pendudukan Jawa Barat dan Jawa Timur.

Akibat Perundingan Renville

Dalam perundingan delegasi Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap dan Dr. Johannes Leimena sebagai wakil, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. Coatik Len, dan Nasrun. Kerajaan Belanda diwakili Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo, Mr. H. A.L. Van Vredenburg, Dr. P.J. Koets, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil. AS sebagai anggota PBB menjadi mediator dan dipimpin oleh Frank Porter Graham, Paul van Zeeland, dan Richard Kirby. Perundingan Renville telah membawa berbagai akibat bagi kehidupan rakyat  dan kedaulatan Indonesia, dan dampak perjanjian Renville tersebut hasilya adalah sebagai berikut ini.

  1. Indonesia menjadi negara federasi

Dampak dari perjanjian Renville bagi Indonesia adalah bahwa bentuk negara terpaksa berubah menjadi perserikatan dari yang tadinya sebagai negara kesatuan. Awalnya Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara kesatuan dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun karena hasil perundingan maka Indonesia dipecah dan dibagi menjadi beberapa negara bagian. Negara – negara bagian tersebut tergabung dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai bagian dari negara persemakmuran Belanda. Perubahan bentuk pemerintahan ini adalah syarat yang diajukan oleh Belanda agar mereka bersedia mengakui kedaulatan Indonesia. Walaupun demikian, ini berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat karena masih berada di bawah kekuasaan pemerintahan kerajaan Belanda.

  1. Sistem pemerintahan dan konstitusi berubah

Tidak hanya bentuk negara yang mengalami perubahan, namun dampak perjanjian Renville juga mengakibatkan Indonesia harus merubah sistem pemerintahan dan konstitusinya. Sistem presidensial yang sebelumnya digunakan harus berubah ke sistem parlementer, dimana presiden hanya menjadi kepala negara dan bukan lagi kepala pemerintahan. Dalam sistem parlementer seorang perdana menteri akan memimpin pemerintahan. Soekarno kembali terpilih sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri. Amir Syarifuddin sebelumnya sudah memimpin kabinet peralihan yang dibentuk karena kegagalan kabinet Syahrir setelah perjanjian Linggarjati. Setelah itu dibentuk kabinet Amir Syarifuddin II.

  1. Reaksi keras rakyat

Rakyat menganggap kabinet yang baru terbentuk dianggap memiliki kebijakan pro Belanda dan memberatkan rakyat sehingga banyak partai politik yang melakukan protes terhadap kebijakan pemerintahan baru. Para partai politik tersebut bahkan menarik wakil – wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat menganggap bahwa Amir Syarifuddin telah menjual Indonesia kepada Belanda sehingga akhirnya kabinet tidak bertahan lama dan lalu dibubarkan. Mandat Amir Syarifuddin diserahkan kembali kepada Presiden pada 23 Januari 1948.

  1. Wilayah RI Berkurang

Dampak perjanjian Renville bagi Indonesia sangat merugikan karena semakin memperkecil wilayah kekuasaan Republik Indonesia, bahkan wilayahnya lebih kecil daripada yang sebelumnya disepakati dalam perjanjian Linggarjati. Wilayah yang menyampit juga menjadi salah satu dari contoh kerugian  perjanjian Linggarjati. Sebelumnya dalam perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera dan Madura, setelah Renville justru berkurang menjadi sebagian Sumatera, Jawa Tengah dan Madura. Indonesia bahkan harus melepaskan wilayah yang sudah diduduki Belanda pada agresi militer Belanda I.

  1. Ekonomi Indonesia dihalangi

Dampak perjanjian Renville mendatangkan kesulitan baru bagi rakyat Indonesia karena Belanda kondisi perekonomian dihambat oleh Belanda. Misalnya, pendudukan Belanda di Jawa Barat sangat berdampak bagi kegiatan perekonomian Indonesia. Belanda menekan bidang ekonomi supaya para pejuang kesulitan untuk melawan dan bersedia menyerah kepada mereka. Kondisi itu diperparah karena selama masa peralihan menjadi RIS Indonesia masih berada dalam kekuasaan Belanda. Di Jawa, kekuasaan Indonesia menyusut sebanyak hampir sepertiga. Di Sumatera banyak wilayah pertanian paling subur direbut Belanda sehingga pemerintah Indonesia kekurangan hasil panen beras hingga berpuluh – puluh kuintal.

  1. Militer Indonesia melemah

Kekuatan pasukan Indonesia yang melemah adalah satu lagi dampak perjanjian Renville yang sangat merugikan. Indonesia harus menarik pasukannya dari wilayah yang menjadi bagian Belanda, dan juga menarik pasukan dari daerah yang dihuni penduduk sipil. Namun pasukan Indonesia tidak lalu menyerah begitu saja. Mereka diam – diam masih melakukan gerilya. Pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi melakukan hijrah ke Jawa Tengah dan karena itu dijuluki Pasukan Hijrah oleh masyarakat kota Yogyakarta. Perjalanan mereka dikenal dengan nama Long March Siliwangi, suatu perjalanan yang jauh dan melelahkan.

  1. Pembentukan negara boneka

Dampak perjanjian Renville sukses membuat wilayah Indonesia yang tadinya merupakan negara kesatuan menjadi terpecah. Belanda kemudian membentuk negara persemakmuran dengan nama BFO atau Bijeenkomst voor Federal Overlag dengan anggota Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Mereka juga lebih berpihak kepada Belanda daripada kepada Indonesia, karena itu mendapat julukan sebagai negara boneka Belanda.

Dampak dari perjanjian Renville hingga sekarang tercatat sebagai perjanjian yang banyak sekali membawa kerugian bagi Indonesia. Dampak seperti kondisi perekonomian yang semakin kritis, kejatuhan kabinet Sjahrir, juga pemberontakan Kartosuwiryo terjadi setelah perjanjian tersebut karena Kartoswiryo dan pasukannya menolak hasil perundingan dan menolak keluar dari Jawa Barat yang sudah menjadi wilayah Belanda. Mereka mendirikan DI/TII sebagai negara baru dengan ideologi Islam. Perjanjian bahkan masih diingkari Belanda dengan melakukan agresi militer Belanda 2. Indonesia masih harus menjalani serangkaian usaha diplomatik dan perundingan sebelum benar – benar mendapatkan kedaulatan sepenuhnya sebagai negara yang merdeka.

The post 7 Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
8 Dampak Peristiwa Agresi Militer Belanda 2 Setelah Renville /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-peristiwa-agresi-militer-belanda-2 Mon, 18 Nov 2019 08:31:13 +0000 /?p=5446 Agresi Militer Belanda 2 yang dikenal dalam bahasa Belanda sebagai Operatie Kraai (operasi gagak) terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Belanda lagi – lagi melakukan serangan yang melanggar perjanjian seperti…

The post 8 Dampak Peristiwa Agresi Militer Belanda 2 Setelah Renville appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Agresi Militer Belanda 2 yang dikenal dalam bahasa Belanda sebagai Operatie Kraai (operasi gagak) terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Belanda lagi – lagi melakukan serangan yang melanggar perjanjian seperti dalam agresi militer Belanda I. Agresi tersebut diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia pada saat itu. Belanda yang tidak puas dengan hasil dari perjanjian Renville mengumumkan pada tanggal 18 Desember 1948 sebelum tengah malam bahwa mereka tidak lagi terikat terhadap perjanjian Renville, yang disepakati setelah agresi militer Belanda ke 1.

Belanda melancarkan agresi dengan taktik perang kilat (blitzkrieg) pada segala sisi Republik Indonesia. Pasukan Belanda pertama kali diterjunkan di pangkalan udara Maguwo menuju ke ibukota RI di Yogyakarta. Setelah itu kabinet mengadakan sidang kilat dan memutuskan bahwa pemimpin negara tetap tinggal di dalam kota agar tetap dekat dengan Komisi Tiga Negara dan mengadakan kontak diplomatik dengan wakil PBB tersebut.

Kronologi Penyerangan Belanda

Kebuntuan yang terjadi dalam pelaksanaan hasil perundingan dan latar belakang perjanjian Renville merupakan latar belakang terjadinya agresi militer Belanda. Dampak agresi militer Belanda 1 yang merugikan Indonesia tidak membuat Belanda puas. KTN selalu berupaya menawarkan jaan keluar namun kesepakatan antara Indonesia dan Belanda sulit untuk dicapai. Indonesia tetap bertahan pada kedaulatannya sementara Belanda juga bersikeras untuk mempertahankan kekuasaan mereka di Indonesia dengan terus menerus berusaha menjatuhkan wibawa Indonesia di mata internasional. Ketika ketegangan mencapai puncaknya, RI dan Belanda sama – sama mengirimkan nota kepada Komisi Tiga Negara yang sama – sama berisi tuduhan bahwa pihak lawan tidak menghormati makna sejarah perjanjian Renville. Menjelang tengah malam pada 18 Desember 1948, Wali Tertinggi Mahkota Belanda dr. Beel mengumumkan bahwa Belanda melepaskan diri dari hasil perundingan Renville.

Situasi di dalam negeri Indonesia sendiri sangat tegang karena terjadinya oposisi oleh Front Demokrasi Rakyat yang terdiri dari PKI dan sekutunya. Situasi meningkat setelah Muso, seorang tokoh komunis kawakan yang memimpin pemberontakan PKI pada 1926 kembali dari Uni Soviet ke Indonesia.  Puncak oposisi terhadap pemerintahan RI terjadi ketika Sumarsono yang memimpin Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) membentuk pemerintahan Soviet di Madiun. Walaupun pemberontakan tersebut segera dibereskan oleh pemerintah RI, Belanda menggunakan momen tersebut sebagai alasan untuk menyerang dibalik kedok membantu RI melawan komunisme.  Belanda menggunakan istilah ‘Aksi Polisionil’ untuk membenarkan agresi mereka.

Serangan dimulai dengan pengeboman kepada Lapangan Terbang Maguwo pada pukul 05.45 pagi. Pasukan pertahanan disana hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara, dengan persenjataan yang sangat minim dan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pada pukul 06.45, pesawat Dakota berhasil menerjunkan pasukan KST Belanda di Maguwo. Dalam waktu singkat, Maguwo berhasil direbut  dan dikuasai Belanda. Pada pukul 9 siang, sejumlah 432 orang kekuatan tempur pasukan KST Belanda mendarat di Maguwo. Dua jam kemudian, seluruh kekuatan tempur Belanda grup Tempur M sejumlah 2600 orang dipimpin Kolonel D.R.A. van Langen telah berkumpul di Maguwo dan bergerak ke Yogyakarta.

Akibat Agresi Militer Belanda II Bagi Indonesia

  1. Dalam serangan tersebut juga dilakukan penangkapan terhadap Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan tokoh – tokoh lainnya. Belanda juga menangkap para menteri seperti Syahrir, Mohammad Roem, Agus Salim dan A.G. Pringgodigdo. Mereka langsung dibawa ke pengasingan di Prapat, Sumatra dan Pulau Bangka.
  2. Kejatuhan dari ibukota negara Indonesia memaksa dilakukannya pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera, dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi berdasarkan surat kuasa dari Presiden dan Wakil Presiden. Pemerintahan Syafruddin kemudian dikenal dengan nama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Sebagai rencana cadangan, surat kuasa juga diberikan kepada Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono dan staf kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan A.A. Maramis untuk membentuk pemerintahan darurat (Exxile Government of Republic Indonesia) di New Delhi , India seandainya Sjafruddin gagal.
  3. Jatuhnya korban tewas dari TNI sebanyak 128 orang ketika terjadi serangan di Bandara Maguwo sebagai dampak peristiwa agresi militer Belanda 2. Belanda juga berhasil menguasai Maguwo melalui serangan udara yang menggunakan 14 buah pesawat terbang seperti Mustang dan Kittyhawk.
  4. Beberapa bangunan di kota Yogyakarta yang penting hancur akibat serangan dan ibukota dikuasai sebagai dampak peristiwa agresi militer Belanda 2.

Akibat Agresi Militer II Bagi Belanda

  1. Pasukan Belanda tidak dapat merasakan kemenangan sepenuhnya karena TNI yang dikira sudah habis ternyata masih ada dan mampu melakukan perlawanan sengit bahkan mendadak terhadap pasukan Belanda, walaupun dengan adanya dampak perjanjian Linggarjati yang merugikan Indonesia.
  2. TNI melakukan perlawanan balik pada tanggal 1 Maret 1949 yang dikenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta. Pasukan Belanda kewalahan menghadapinya dan akhirnya berhasil dilumpuhkan.
  3. Dampak peristiwa agresi militer Belanda 2 berupa terjadinya aksi gerilya di wilayah luar kota Yogyakarta. Aksi gerilya dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan dipimpin langsung oleh Jenderal Soedirman.
  4. Propaganda yang terus menerus digaungkan oleh Belanda selama agresi militer kedua bahwa pemerintahan Indonesia sudah tidak ada lagi dapat digagalkan oleh serangan TNI dan adanya PDRI. Pemerintahan darurat Sjafruddin berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa RI masih ada.

Perlawanan Terhadap Agresi Belanda II

Usaha untuk membawa dampak peristiwa agresi militer Belanda 2 berupa kehancuran RI dan angkatan bersenjatanya (TNI) berhasil digagalkan dengan antisipasi dan reaksi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh Palar, Sujatmoko, Sumitro dan Sudarpo dengan berkeliling di luar negeri berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada. Mereka berhasil menunjukkan pada dunia bahwa dampak peristiwa agresi militer Belanda 2 ini adalah bentuk tindakan yang melanggar perjanjian Renville. Juga meyakinkan dunia bahwa RI adalah negara yang cinta damai yang dibuktikan melalui ketaatan akan hasil perjanjian Renville dan penghargaan kepada KTN yang telah banyak membantu, walaupun banyak contoh kerugian perjanjian Linggarjati yang dialami Indonesia.

Para diplomat tersebut juga berhasil membuktikan bahwa RI masih berdaulat, dibuktikan dengan fakta bahwa pemerintahan masih berlangsung melalui PDRI dan juga keberhasilan TNI untuk menguasai Yogyakarta selama 6 jam pada Serangan Umum 1 Maret. Usaha keras para diplomat Indonesia akhirnya mendapatkan simpati dari dunia internasional. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk segera menarik pasukannya mundur dari wilayah Republik Indonesia, jika tidak maka bantuan akan dihentikan. Sementara Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda menghentikan operasi militer serta membebaskan para pemimpin Indonesia yang ditawan.

Selain itu, Jenderal Sudirman juga memimpin gerilya selama delapan bulan dalam keadaan sakit keras. Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Jawa kemudian menyusun rencana pertahanan rakyat bertajuk ‘Totaliter’ atau ‘Perintah siasat no.1’  yang menyatakan antara lain bahwa tugas pasukan – pasukan dari daerah federal adalah untuk menyusup ke belakang garis musuh dan membangun kantong – kantong  gerilya. Pasukan Siliwangi adalah salah satu pasukan yang harus melakukan perpindahan tempat dari Jawa Tengah menuju lokasi – lokasi yang sudah ditetapkan dengan nama Long March Siliwangi. Belanda akhirnya menghentikan agresi militernya yang kedua.

The post 8 Dampak Peristiwa Agresi Militer Belanda 2 Setelah Renville appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
7 Makna Perjanjian Renville Bagi Indonesia dan Isinya /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/__trashed Thu, 14 Nov 2019 06:38:24 +0000 /?p=5445 Sejarah Perjanjian Renville dilakukan antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang digunakan sebagai lokasi netral. Kapal tersebut berlabuh…

The post 7 Makna Perjanjian Renville Bagi Indonesia dan Isinya appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah Perjanjian Renville dilakukan antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang digunakan sebagai lokasi netral. Kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dengan mediasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia yang beranggotakan Amerika Serikat, Belgia dan Australia. Perjanjian Renville diadakan untuk menyelesaikan perselisihan setelah perjanjian Linggarjati di tahun 1946, yang berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang dinamakan Garis van Mook.

Tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia oleh Dewan Keamanan PBB. Pada 5 Agustus, Gubernur Jenderal Belanda Van Mook memerintahkan gencatan senjata. Kemudian pada 25 Agustus DK PBB kembali mengeluarkan resolusi berdasarkan usulan AS bahwa DK akan menyelesaikan konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda secara damai dengan pembentukan KTN. Tanggal 29 Agustus, Belanda mengumumkan garis Van Mook yang menjadi pembatas wilayah Indonesia dan Belanda. Wilayah RI menjadi hanya sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatera tetapi tidak mendapatkan wilayah utama penghasil bahan makanan. Belanda juga melakukan blokade untuk mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian ke wilayah Indonesia.

Isi Perjanjian Renville

Situasi yang memanas antara Indonesia dan Belanda setelah Belanda melanggar perjanjian Linggarjati menjadi latar belakang perjanjian Renville. Dampak agresi militer Belanda 1 yang dilakukan untuk tidak mengakui tujuan perjanjian Linggarjati tersebut telah membawa kemarahan Indonesia dan dunia luar termasuk sekutu Belanda sekalipun yaitu AS dan Inggris. Australia dan India kemudian mengusulkan pembahasan situasi di Indonesia dalam rapat DK PBB. Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB mendesak gencatan senjata.

Walaupun pemerintah RI dan Belanda sudah bersepakat pada 17 Agustus 1947 untuk menghentikan gencatan senjata sebelum perundingan Renville, tetapi masih terjadi pertempuran antara tentara Belanda dengan laskar rakyat yang bukan TNI, bahkan sesekali pasukan TNI juga terlibat seperti dalam peristiwa Karawang dan Bekasi. Isi perjanjian Renville yaitu:

  • Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai wilayah Republik Indonesia.
  • Sebuah garis demarkasi disetujui untuk memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan bagian Belanda.
  • TNI harus ditarik mundur dari daerah – daerah basisnya di wilayah pendudukan Jawa Barat dan Jawa Timur.

Makna Perundingan Renville Bagi Rakyat Indonesia

Delegasi Indonesia dalam perundingan diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap dan wakilnya Dr. Johannes Leimena, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. Coatik Len, dan Nasrun. Sedangkan kerajaan Belanda dipimpin Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo, Mr. H. A.L. Van Vredenburg, Dr. P.J. Koets, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil. Sementara AS yang menjadi mediator sebagai anggota PBB dipimpin oleh Frank Porter Graham, Paul van Zeeland, dan Richard Kirby. Perundingan Renville telah membawa berbagai akibat bagi kehidupan rakyat Indonesia, dan makna perjanjian Renville tersebut terjadi dalam beberapa situasi berikut ini.

1. Indonesia tidak lagi menjadi negara kesatuan

Makna perjanjian Renville bagi Indonesia adalah bahwa bentuk negara terpaksa berubah menjadi perserikatan. Padahal awalnya Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara kesatuan dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun karena isi perundingan maka Indonesia menjadi terpecah dan terbagi menjadi beberapa negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS adalah bagian dari negara persemakmuran Belanda , dan perubahan bentuk pemerintahan ini adalah syarat yang diajukan oleh Belanda agar mau mengakui kedaulatan Indonesia. Tetapi hal ini berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat karena masih berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda.

2. Perubahan sistem pemerintahan dan konstitusi

Tidak hanya bentuk negara yang berubah, namun makna perjanjian Renville juga membuat Indonesia harus merubah berbagai sistem pemerintahan dan konstitusi. Sistem presidensial yang sebelumnya dianut harus berubah ke sistem parlementer, yang artinya presiden hanya menjadi kepala negara dan bukan lagi kepala pemerintahan. Seorang perdana menteri akan memimpin pemerintahan dalam sistem parlementer. Maka Soekarno kembali terpilih sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri. Amir Syarifuddin sebelumnya sudah memimpin kabinet peralihan setelah kegagalan kabinet Syahrir yang terjadi setelah perjanjian Linggarjati. Setelah itu terbentuk kabinet Amir Syarifuddin II.

3. Rakyat bereaksi keras pada perubahan kabinet

Kabinet yang baru terbentuk dianggap memiliki kebijakan yang pro Belanda dan memberatkan rakyat sehingga banyak partai politik yang memprotes kebijakan pemerintahan baru. Mereka bahkan menarik wakil – wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat menganggap Amir Syarifuddin telah menjual Indonesia kepada Belanda. Pada akhirnya, kabinet tidak bertahan lama dan dibubarkan. Mandat diserahkan kembali kepada Presiden oleh Amir Syarifuddin pada 23 Januari 1948.

4. Berkurangnya wilayah RI

Makna dari perjanjian Renville semakin memperkecil wilayah kekuasaan pemerintah Indonesia, lebih kecil daripada yang sebelumnya disepakati dalam perjanjian Linggarjati. Ini adalah contoh kerugian  perjanjian Linggarjati. Jika sebelumnya wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera dan Madura, setelah Renville justru berkurang menjadi sebagian Sumatera, Jawa Tengah dan Madura. Indonesia harus melepaskan wilayah yang diduduki Belanda pada agresi militer Belanda I.

5. Belanda memblokade ekonomi Indonesia

Makna perjanjian Renville mendatangkan kesulitan baru bagi rakyat Indonesia karena Belanda mengekang kondisi perekonomian. Pendudukan Belanda di Jawa Barat misalnya sangat berdampak bagi kegiatan perekonomian Indonesia. Selain itu, Belanda menekan bidang ekonomi agar para pejuang kesulitan untuk melawan dan menyerah kepada mereka. Kondisi itu diperparah karena Indonesia masih berada dalam kekuasaan Belanda selama masa peralihan menjadi RIS. Di Jawa, kekuasaan Indonesia yang menyusut sebanyak hampir sepertiga dan di Sumatera banyak wilayah pertanian paling subur direbut Belanda sehingga pemerintah Indonesia kekurangan hasil panen beras hingga berpuluh – puluh kuintal yang tercantum dalam memorandum PBB nomor S/649.

6. Kekuatan militer Indonesia melemah

Kekuatan pasukan Indonesia yang melemah adalah satu lagi makna perjanjian Renville yang sangat merugikan. Indonesia harus menarik pasukannya dari wilayah yang menjadi bagian Belanda, dan dari daerah yang dihuni penduduk sipil. Namun pasukan Indonesia tidak menyerah begitu saja dan diam – diam masih melakukan gerilya. Pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah dan dijuluki Pasukan Hijrah oleh masyarakat kota Yogyakarta. Perjalanan mereka dikenal dengan nama Long March Siliwangi, suatu perjalanan yang jauh dan melelahkan bagi para tentara Siliwangi.

7. Pembentukan negara boneka

Makna perjanjian Renville sukses membuat wilayah Indonesia yang tadinya merupakan negara kesatuan menjadi terpecah belah. Belanda membentuk negara persemakmuran dengan nama BFO atau Bijeenkomst voor Federal Overlag. Beberapa anggotanya adalah Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Mereka juga lebih berpihak kepada Belanda daripada kepada Indonesia, karena itu dijuluki negara boneka Belanda.

Makna dari perjanjian Renville hingga sekarang tercatat sebagai perjanjian yang paling tidak membawa keuntungan bagi Indonesia. Perekonomian yang semakin kritis, kejatuhan kabinet Sjahrir, juga pemberontakan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo terjadi setelah perjanjian tersebut. Kartoswiryo dan pasukannya menolak hasil perundingan dan menolak keluar dari Jawa Barat yang sudah menjadi wilayah Belanda, dan mendirikan DI/TII sebagai negara baru berideologi Islam. Belanda bahkan masih mengingkari perjanjian dengan agresi militer Belanda 2. Berbagai perundingan masih dijalani Indonesia sebelum benar – benar mendapatkan kedaulatan sebagai negara yang merdeka sepenuhnya.

The post 7 Makna Perjanjian Renville Bagi Indonesia dan Isinya appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah Peristiwa Lima Hari Di Semarang Singkat /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/peristiwa-lima-hari-di-semarang Mon, 11 Nov 2019 04:39:27 +0000 /?p=5405 Pertempuran Lima Hari di Semarang dikenal dengan istilah Pertempuran Limang Dina dalam bahasa jawa, adalah serangkaian pertempuran yang berlangsung antara rakyat Indonesia dan  tentara Jepang. Pertempuran yang menjadi bagian dari…

The post Sejarah Peristiwa Lima Hari Di Semarang Singkat appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Pertempuran Lima Hari di Semarang dikenal dengan istilah Pertempuran Limang Dina dalam bahasa jawa, adalah serangkaian pertempuran yang berlangsung antara rakyat Indonesia dan  tentara Jepang. Pertempuran yang menjadi bagian dari sejarah kota Semarang ini terjadi pada tanggal 15 – 19 Oktober 1945. Waktu itu adalah masa transisi kekuasaan dari Jepang ke Belanda, dan seharusnya kekuasaan Jepang di Indonesia sudah berakhir. Penyerahan diri Jepang terhadap sekutu dilakukan pada tanggal 15 Agustus 1945 dan proklamasi kemerdekaan RI dibacakan pada 17 Agustus 1945. Mr. Wongsonegoro ditunjuk sebagai penguasa Republik di Jawa Tengah berpusat di Semarang untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang dalam segala bidang. Kemudian dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Penyebab Peristiwa Lima Hari Di Semarang

Peristiwa lima hari di Semarang terjadi karena beberapa alasan yang menjadi pemicunya hingga mencapai puncak berupa pertempuran selama lima hari tersebut. Beberapa hal yang menjadi penyebab pertempuran 5 hari di Semarang yaitu:

  • Kericuhan Penyitaan Senjata Jepang

Di beberapa wilayah, pelucutan senjata tentara Jepang dapat dilakukan tanpa kekerasan namun di Semarang justru terjadi kekacauan. Kido Butai, pusat ketentaraan Jepang di Jatingaleh Semarang curiga bahwa senjata – senjata tersebut tidak akan digunakan untuk melawan Jepang. Kecurigaan itu tetap ada walaupun Mr. Wongsonegoro telah menjaminnya sebagai Gubernur. Permintaan yang diulang untuk menyerahkan senjata hanya menghasilkan pengumpulan senjata – senjata yang sudah agak usang. Ketika sekutu mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa, Pemuda Semarang dan BKR semakin curiga. Dikhawatirkan bahwa Jepang akan menyerahkan senjata kepada Sekutu dan Indonesia harus mendapatkan kesempatan menyita senjata tersebut sebelum sekutu mencapai Semarang. Kondisi semakin memanas ketika tawanan  Jepang yang dipindahkan dari Cepiring ke Bulu, kabur dan  bergabung dengan pasukan Kidobutai.

  • Isu Racun Pada Air Minum

Setelah tawanan Jepang melarikan diri, para pemuda diinstruksikan untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara pada 14 Oktober 1945 pukul 06.30. Pemeriksaan itu menghasilkan penyitaan sedan dan senjata milik Kempetai, lalu sore harinya tentara Jepang yang tersisa ditawan ke penjara Bulu. Pukul 18.00 terjadi serangan mendadak dari pasukan Jepang bersenjata lengkap dan melucuti delapan anggota polisi istimewa yang sedang menjaga Reservoir Siranda, sumber air minum warga kota di Candilama. Kedelapan anggota polisi dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh, kemudian tersebar kabar bahwa tentara Jepang sudah meracuni sumber air minum tersebut yang membuat rakyat gelisah. Kala itu cadangan air di Candi, desa Wungkal tersebut adalah satu – satunya sumber air di Semarang.

  • Gugurnya dr. Kariadi

Setelah berita mengenai racun tersiar, dr. Kariadi sebagai Kepala Laboratorium RS Purusara hendak memastikan kabar tersebut. Ia pergi kesana dalam situasi yang sangat berbahaya karena waktu itu tentara Jepang telah menyerang beberapa lokasi termasuk rute menuju reservoir. drg. Soenarti, istrinya mencoba mencegah namun tidak berhasil. Mobil dr. Kariadi dicegat oleh tentara Jepang dalam perjalanan menuju reservoir di Jalan Pandanaran. Dr. Kariadi ditembak bersama supirnya, seorang tentara pelajar. Beliau dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB, tetapi nyawanya tidak dapat diselamatkan. Dr. Kariadi gugur pada usia 40 tahun lebih satu bulan.

Mulainya Peristiwa Lima Hari Di Semarang

Peristiwa 5 hari di Semarang terjadi menjelang hari Minggu malam tanggal 15 Oktober 1945. Kondisi kota Semarang saat itu sangat mencekam terutama di area pos BKR dan para pemuda. Pasukan Pemuda yang terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan lainnya juga telah berjaga – jaga. Jepang dibantu oleh 675 orang pasukan, yang singgah ke Semarang untuk menambah logistik dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta dan berpengalaman di medan perang Irian. Kondisinya sangat kontras dari para pejuang Indonesia yang lebih mengandalkan keberanian dibandingkan dengan Jepang yang persenjataannya lebih lengkap. Pasukan para pemuda sama sekali belum pernah bertempur, jarang mendapatkan pelatihan militer kecuali pelatihan untuk pasukan Polisi Istimewa, mereka adalah anggota BKR dan eks PETA, serta hampir tidak bersenjata.

Tanggal 15 Oktober 1945 pukul 03.00 pasukan Kidobutai menyerang mendadak ke markas BKR Semarang, di kompleks bekas sekolah MULO di Mugas, belakang bekas pom bensin Pandanaran. Tiba – tiba pasukan Kidobutai menyerang dari sebuah bukit rendah di belakang markas. Mereka diperkirakan berjumlah 400 orang dan menyerang dari dua arah menggunakan tembakan pelempar granat dan senapan mesin. Setelah perlawanan selama setengah jam, pemimpin BKR mengundurkan diri dan meninggalkan markas untuk menghindari kepungan Jepang. Pasukan bergabung dengan pasukan Mirza Sidharta dan para pemuda dari Pati, lalu menyerang balasan dengan sengit kepada Jepang yang telah menguasai berbagai lokasi penting dalam kota.

Pasukan Indonesia menggunakan taktik gerilya kota untuk menghindari pertempuran terbuka, dengan serangan tiba – tiba dan juga menghilang secara tiba – tiba. Berkat taktik tersebut serangan kepada Jepang selalu datang dalam bentuk bergantian dan bergelombang, sehingga serangan tidak dapat diprediksi dan menyulitkan Jepang untuk menguasai kota. Diperkirakan sekitar 2 ribu orang tentara Jepang menggunakan senjata – senjata modern terlibat dalam peristiwa 5 hari di Semarang tersebut. Simpang Lima adalah lokasi paling sering terjadi pertempuran. Disana merupakan lokasi monumen Tugu Muda saat ini yang juga berkaitan dengan sejarah Lawang Sewu sebagai saksi bisu pertempuran. Lawang Sewu juga menjadi salah satu bangunan bersejarah di Semarang yang masih berdiri hingga sekarang.

Puluhan pemuda yang terkepung dibantai dengan kejam oleh pasukan Kidobutai. PMI juga tidak dapat bergerak dengan leluasa untuk mengevakuasi mayat serta korban luka. Bala bantuan untuk pemuda terus berdatangan dari area di sekitar Semarang. BKR berhasil berkonsolidasi untuk mendapatkan bantuan dari wilayah lainnya di Jawa Tengah, membuat keadaan berbalik menyudutkan Jepang. Jepang kemudian meminta kepada Mr. Wongsonegoro untuk menghentikan pertempuran sebagai hasil akhir pertempuran 5 hari di Semarang. Gencatan senjata disetujui agar tidak jaruh korban Indonesia lebih banyak dan untuk mempersiapkan diri bagi kedatangan tentara sekutu. Walaupun para pemuda masih ingin membalas, namun kedatangan sekutu di Semarang pada 19 Oktober 1945 mengakhiri peristiwa 5 hari di Semarang.

Monumen Tugu Muda

Peristiwa Lima Hari Di Semarang mengilhami pendirian sebuah monumen untuk mengenang peristiwa tersebut sebagai salah satu monumen di Indonesia. Mr. Wongsonegoro sebagai Gubernur Jateng melakukan peletakan batu pertama tanggal 28 Oktober 1945. Semula lokasi monumen rencananya berada dekat alun – alun Semarang, namun perang melawan sekutu dan Jepang pada November 1945 membuat proyek ini tidak terurus. Pada tahun 1949 Badan Koordinasi Pemuda Indonesia (BKPI) kembali mencetuskan ide tersebut tetapi belum dapat terlaksana karena masalah dana. Hadi Soebeno Sosro Woedoyo sebagai walikota Semarang pada 1951 membentuk Panitia Tugu Muda.

Beliau kemudian mengalihkan rencana pembangunan ke lokasi pertempuran lima hari. Lokasi baru yaitu pada pertemuan jalan Pemuda, jalan Imam Bonjol, jalan dr.Sutomo dan jalan Pandanaran dengan gedung Lawang Sewu. Batu pertama diletakkan para 10 November 1951 oleh Gubernur Jateng, Boediono. Peresmian Tugu Muda terjadi pada 20 Mei 1953 oleh Presiden Soekarno bersamaan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Tidak hanya monumen Tugu Muda yang bisa menjadi sumber sejarah bangsa yang bisa dikunjungi, masih ada berbagai  museum di Semarang , sejarah pelabuhan di Semarang dan juga sejarah Masjid Agung Semarang sebagai bagian dari sejarah kota Semarang.

The post Sejarah Peristiwa Lima Hari Di Semarang Singkat appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
9 Dampak Perjanjian Roem Royen Bagi Indonesia /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-perjanjian-roem-royen Mon, 11 Nov 2019 03:26:16 +0000 /?p=5420 Perjanjian Roem Royen adalah suatu perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada 14 April 1949 hingga ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Dikenal juga dengan…

The post 9 Dampak Perjanjian Roem Royen Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Perjanjian Roem Royen adalah suatu perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada 14 April 1949 hingga ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Dikenal juga dengan nama Perundingan Roem  Roijen yang diambil dari nama kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Diadakannya perundingan ini adalah untuk dapat menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul mengenai kebebasan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag di tahun yang sama. Serangan yang dilakukan Belanda setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan seperti peristiwa agresi militer Belanda 2 dan dampak perjanjian Linggarjati membuat Belanda terkesan tidak rela Indonesia merdeka.

Tindakan Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional dan membuahkan tekanan agar Belanda menggelar perundingan dengan Indonesia. Perjanjian Roem Royen berlangsung alot dan berlarut – larut. Indonesia berkeras untuk pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta sebagai satu – satunya jalan agar berlanjut ke perundingan berikutnya. Sementara Belanda berkeras agar gerilya dihentikan. Kedua pihak tidak bisa langsung menemukan kata sepakat sehingga harus menghadirkan Bung Hatta dari pengasingannya di Bangka, juga kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.

Hasil Perundingan Roem Royen

Latar belakang perjanjian Roem Royen diawali dari serangan Belanda kepada Indonesia pasca kemerdekaan yang disebut agresi militer Belanda I dan II. Selain menyerbu Yogyakarta, Belanda juga menawan beberapa pemimpin Indonesia sebagai tahanan politik. Belanda juga menyebarkan propaganda bahwa tentara Indonesia sudah hancur sehingga dikecam oleh dunia internasional.  Tekanan dari luar negeri yang bertubi – tubi akhirnya membuat Belanda kembali bersedia berunding.

Seminggu setelah perundingan berlangsung terjadi penghentian karena Van Royen memberi penafsiran bahwa Belanda akan kembali memulihkan pemerintahan setelah para pemimpin Indonesia memberi perintah untuk menghentikan gerilya, bekerja sama dalam pemulihan perdamaian dan memelihara ketertiban serta keamanan. Perundingan kemudian dilanjutkan pada tanggal 1 Mei karena tekanan dari AS yang menjanjikan bantuan ekonomi setelah Belanda menyerahkan kedaulatan. Jika tidak, AS tidak akan memberikan bantuan apapun kepada Belanda.

Dalam perjanjian Roem Royen, Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem dan beberapa anggota lain seperti Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo dan Latuharhary. Pihak Belanda diwakili oleh Dr. J. Herman van Royen dan anggota Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P.J. Koets, van Hoogstratendan serta Dr. Gleben. Pihak mediator atau penengah berasal dari UNCI (United Nations Commision for Indonesia) diketuai Merle Cochran dari AS. Hasil dari perundingan Roem Royen yaitu:

  • Angkatan bersenjata RI harus menghentikan semua aktivitas gerilya yang dilakukan.
  • Pemerintah RI akan hadir pada sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai perundingan lanjutan.
  • Pemerintahan RI kembali ke kota Yogyakarta.
  • Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer di Indonesia dan membebaskan semua tahanan perang serta tahanan politik.
  • Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
  • Kedaulatan akan diserahkan secara utuh dan tanpa syarat kepada Indonesia sesuai sejarah perjanjian Renville di tahun 1948.
  • Belanda dan Indonesia akan mendirikan persekutuan berdasar sukarela dan persamaan hak
  • Belanda memberikan kepada Indonesia semua hak, kekuasaan dan kewajiban.

Setelah itu diadakan pertemuan lanjutan pada tanggal 22 Juni 1949 yang disebut sebagai perundingan segitiga di bawah kepemimpinan Christchley dari PBB dengan isi perjanjian sebagai berikut:

  • Belanda akan mengembalikan pemerintahan RI ke Yogyakarta secepatnya.
  • Perintah untuk menghentikan gerilya akan diberikan setelah pemerintah Indonesia kembali ke Yogyakarta pada 1 Juli 1949.
  • Konferensi Meja Bundar sebagai kelanjutan perundingan akan dilakukan bertempat di Den Haag. Dampak peristiwa Konferensi Meja Bundar akhirnya memberikan pengakuan akan kedaulatan RI.

Dampak Perundingan

Dampak perjanjian Roem Royen  membuat Soekarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta ibu kota sementara Republik Indonesia pada 6 Juli. Dan pada tanggal 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan hasil perjanjian Roem Royen. Syarifuddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya sebagai Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) kepada Soekarno secara resmi di tanggal yang sama. Gencatan senjata sebagai dampak dari perjanjian Roem Royen antara Belanda dan Indonesia dimulai pada 11 Agustus di Jawa dan 15 Agustus di Sumatra. Dampak perjanjian Roem Royen bagi kondisi Indonesia pasca kemerdekaan adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya kesepakatan pada perundingan Roem Royen maka PDRI di Sumatera memerintahkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda.
  2. Isi perjanjian termasuk untuk membebaskan tahanan politik sehingga Soekarno dan Hatta bisa kembali ke Yogyakarta setelah pengasingan.
  3. Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia sementara.
  4. Penyerahan mandat dari Sjafruddin sebagai Presiden PDRI kepada Soekarno.
  5. Gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia di sebagian besar wilayah Indonesia.
  6. Kondisi Indonesia secara perlahan mulai tenang dan stabil serta mulai memulihkan sektor pemerintahan dan sektor – sektor lainnya.
  7. Dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang pada akhirnya menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda.
  8. Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh berkat berbagai isinya yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
  9. Indonesia pertama kali diakui sebagai negara yang berdaulat di mata internasional sehingga bantuan mulai berdatangan untuk menyusun kembali sistem pemerintahan yang baik.

Partai Masyumi adalah partai pertama yang menyatakan setuju dan menerima dengan baik mengenai dampak perjanjian Roem Royen dan isinya. Sedangkan Ketua Umum PNI menyatakan bahwa perundingan menjadi satu langkah menuju tercapainya penyelesaian dari berbagai masalah di Indonesia. Pihak TNI menanggapi hasil perundingan dan dampak perjanjian Roem Royen dengan curiga karena mereka sudah skeptis kepada perundingan yang dilakukan dengan Belanda seperti pada perjanjian Linggarjati dan latar belakang perjanjian renville. Walaupun demikian, Panglima Besar Jenderal Soedirman memperingatkan para komandan kesatuan agar tidak terlalu memikirkan isi perjanjian tersebut pada tanggal 1 Mei 1949.

Untuk mendukung amanat dari Jenderal Sudirman, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel AH. Nasution kemudian memerintahkan para komandan lapangan agar dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau militer. Secara umum, kalangan TNI tidak mempercayai hasil perundingan apapun karena Indonesia selalu dirugikan. Pada akhirnya kecurigaan TNI memang beralasan karena Belanda kembali melanggar perundingan Roem Royen yang telah disepakati. Belanda menyerang jantung pertahanan Indonesia dan mencoba merebut Indonesia kembali. Penyerbuan Belanda membuat Konferensi Meja Bundar segera dilaksanakan.

Dampak perjanjian Roem Royen tidak mencakup nasib Papua sebagai bagian dari Indonesia sehingga sejarah pengembalian Irian Barat pada waktu itu masih panjang. Masalah perjuangan pembebasan Irian Barat atau Papua menjadi satu hal yang luput dirundingkan pada waktu itu sehingga Indonesia belum dapat menjadikan Papua sebagai bagian dari RI.  Papua tidak diakui karena banyak alasan, salah satunya karena Papua bukanlah daerah jajahan Belanda padahal banyak rakyat Papua yang ingin masuk ke Indonesia. Masalah Papua kemudian dibawa ke Konferensi Meja Bundar. Dampak perjanjian Roem Royen telah menjadi tonggak berdirinya kedaulatan Indonesia di mata negara lain sehingga berpeluang besar mendirikan pemerintahan yang bebas dari intervensi atau campur tangan Belanda.

The post 9 Dampak Perjanjian Roem Royen Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Peristiwa Lapangan Ikada di Jakarta 19 September 1945 /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/peristiwa-lapangan-ikada Fri, 08 Nov 2019 07:37:26 +0000 /?p=5412 Peristiwa yang terjadi di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 adalah sebuah Rapat Raksasa dimana Soekarno berpidato di hadapan ribuan rakyat dalam sejarah kemerdekaan Indonesia lengkap. Rapat umum ini dipelopori…

The post Peristiwa Lapangan Ikada di Jakarta 19 September 1945 appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Peristiwa yang terjadi di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 adalah sebuah Rapat Raksasa dimana Soekarno berpidato di hadapan ribuan rakyat dalam sejarah kemerdekaan Indonesia lengkap. Rapat umum ini dipelopori oleh Comite Van Actie dengan tujuan untuk menyambut kemerdekaan dan memperkuat mental rakyat mengenai kemerdekaan, serta mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya. Lapangan Ikada adalah sebuah lapangan luas di pojok timur yang saat ini ditempati oleh kawasan Monas. Lapangan ini sebelumnya dikenal dengan nama Lapangan Gambir dan menjadi pusat kegiatan olahraga. Nama Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) muncul di masa pendudukan Jepang pada tahun 1942.

Pada awalnya lapangan ini dinamakan Champ de Mars atau Koningsplein. Di sekitarnya terdapat sejumlah lapangan sepak bola yang dimiliki klub sepak bola pada era 1940an dan 1950an. Klub – klub sepak bola tersebut adalah Hercules, VIOS (Voetbalbond Indische Omstreken Sport), dan BVC. Ketiganya merupakan kesebelasan papan atas pada kompetisi BVO (Batavia Voetbal Organisatie). Di sekitar lapangan Ikada juga terdapat lapangan hoki dan pacuan kuda untuk kavaleri militer. Ikada menjadi tempat latihan dan pertandingan PSSI sebelum Stadion Gelora Bung Karno selesai dibangun untuk Asian Games IV pada tahun 1962. Stadion Ikada dibangun di sebelah selatan lapangan pada acara PON (Pekan Olahraga Nasional) kedua tahun 1952.

Peran Comite van Actie

Satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sekitar 300 ribu orang berkumpul di Lapangan Ikada yang terletak di seberang Monas dengan tekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Rapat umum akbar tersebut  sebagai peristiwa sesudah proklamasi yang memiliki arti sangat penting digagas oleh kalangan pemuda yang cemas jika tentara sekutu akan membentuk markas besar di Jakarta. Komite van aksi adalah wadah dari para pemuda dan mahasiswa yang berperan dalam peristiwa lapangan Ikada sebagai perencananya. Merekalah yang memobilisasi massa dan mendesak pemerintah untuk bersedia hadir dalam rapat raksasa di lapangan Ikada tersebut. Organisasi ini terdiri dari beberapa sub organisasi seperti :

  • Angkatan Pemuda Indonesia (API)
  • Barisan Rakyat (BARA) dan Barisan Buruh Tani (BBI). Anggotanya adalah Sukarni (Ketua), Chaerul Saleh (Wakil Ketua), AM. Hanafi (Sekretaris Umum), Adam Malik, Wikana, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Kusnaeni, Darwis, Djohar Noor, dan Armunanto sebagai para anggota.

Komite pemuda ini mengadakan aksi karena tidak puas dengan kondisi dan struktur awal pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan. Mereka menganggap pemerintah harus terus didesak dan dimotivasi agar bisa menyadari pentingnya dukungan rakyat pada kemerdekaan Indonesia. Tujuan diadakannya rapat dalam peristiwa lapangan Ikada adalah untuk mendekatkan pemerintah RI dengan rakyat secara emosional mengenai kemerdekaan Indonesia, menunjukkan kepada Sekutu bahwa rakyat siap menghadapi gangguan apapun terhadap sejarah kemerdekaan Indonesia dan merayakan terjadinya makna proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Aksi ini juga dimaksudkan sebagai unjuk kekuatan terhadap pemerintah militer Jepang yang tetap berkeras mempertahankan status quo sampai Sekutu datang ke Indonesia. Pemuda – pemuda dari asrama Menteng 31 menjadi penggerak utama rapat ini. Mereka ditugaskan oleh Komite Nasional Kota Besar Jakarta untuk menyebarkan berita kepada rakyat. Sedangkan para pemuda dari asrama Prapatan 10 ditugaskan untuk membujuk para petinggi pemerintah untuk berpidato di peristiwa di lapangan Ikada tersebut. Ketahui juga mengenai sejarah berdirinya tugu Monas yang berlokasi dekat bekas Lapangan Ikada.

Peristiwa Lapangan Ikada

Peristiwa Lapangan IkadaKabar yang beredar dari mulut ke mulut itu berhasil mengumpulkan ratusan orang yang menghadiri peristiwa lapangan Ikada. Pada awalnya rapat direncanakan untuk berlangsung pada tanggal 17 September 1945, tepat sebulan setelah kemerdekaan. Adanya ancaman dari tentara Jepang dan Sekutu membuat rapat diundur menjadi dua hari kemudian. Walaupun tentara Jepang telah melarang rapat raksasa tersebut, rakyat tetap datang dengan bersemangat dari berbagai wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Sebagian besar peserta rapat datang menggunakan kereta api di Stasiun Gambir, membawa poster – poster dan bendera merah putih. Tentara Jepang berseragam melakukan penjagaan ketat sehingga suasana tegang serta mencekam, namun rakyat tidak gentar. Sebagian rakyat bahkan membawa senjata tajam seperti batu, bambu runcing dan keris.

Rakyat sabar menunggu sejak pagi hari sampai menjelang sore sambil menyanyikan lagu – lagu, salah satu lagu berjudul ‘Darah Rakyat’. Mereka rela berada di bawah terik matahari Jakarta, tidak minum dan makan sambil menyanyi dan meneriakkan yel – yel penambah semangat. Ketika Soekarno dan para menterinya tidak kunjung datang, walikota Jakarta Soewirjo dan Ketua Komite Nasional Daerah Jakarta, Mr. Moh. Roem mengambil alih tanggung jawab terhadap lautan manusia yang memenuhi lapangan Ikada.

Soekarno dan Hatta akhirnya memutuskan untuk datang ke Lapangan Ikada untuk menemui rakyat yang sudah menunggu selama berjam – jam. Pidato singkat Soekarno selama lima menit berisi ujaran yang meminta rakyat mempercayai pemerintah. Pidato tersebut berhasil menenangkan rakyat yang sudah berkumpul selama 10 jam. Walaupun sedikit kecewa karena Soekarno hanya berpidato singkat, mereka kemudian bubar dan pulang ke rumah masing – masing ketika hari menjelang gelap.

Tan Malaka dan Moeffreni

Dalam peristiwa lapangan Ikada, ada beberapa nama yang sangat berjasa namun luput dari catatan sejarah seperti Tan Malaka dan Moeffreni. Tan Malaka dikatakan sebagai penggagas rapat besar ini, ia dijadikan panutan dan dipuja oleh para pemimpin pemuda di Jakarta. Konon di dekat Bung Hatta tampak berjalan seorang laki – laki bertopi helm, ciri khas Tan Malaka yang tidak pernah dilepasnya. Laki – laki itu juga tampak berdiri di podium bersama Soekarno. Keterlibatan Tan Malaka baru terungkap pada masa reformasi lalu karena ia adalah seorang tokoh kontroversial pada masa pemerintahan Soekarno – Hatta. Sedangkan Letkol Moeffreni Moe’min adalah seorang pemuda kelahiran Rangkasbitung, orang kedua di BKR Jakarta setelah Kasman Singodimejo.

Ia adalah eks anggota Seinen Dojo atau Barisan Pemuda Tangerang, alumnus pendidikan perwira PETA Bogor. Moeffreni adalah pengawal Bung Karno selama peristiwa lapangan Ikada diselenggarakan. Ia menjadi tameng hidup sejak Bung Karno keluar dari mobil, berjalan ke podium hingga kembali lagi ke mobil, berpakaian sipil dan mengantongi empat granat nanas dan dua buah pistol yang siap digunakan jika tentara Jepang berulah. Pada tahun 1976 di masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin untuk pertama kalinya diadakan peringatan Hari Bersejarah Bagi Rakyat Jakarta untuk mengenang peristiwa di lapangan Ikada. Acara berlangsung di Balaikota dan dihadiri oleh Bung Hatta.

Rapat akbar di lapangan Ikada telah sukses mempertemukan para pemimpin RI dengan rakyatnya. Dengan penyelenggaraan rapat tersebut juga sekaligus melegitimasi pemerintahan RI yang sah termasuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, menunjukkan kewibawaan pemerintah RI di mata rakyatnya dan sukses meningkatkan kepercayaan rakyat akan kekuatan bangsa sendiri untuk mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa rapat raksasa di lapangan Ikada juga turut mengobarkan semangat juang rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dari pihak – pihak asing seperti sekutu dan NICA. Sedikit banyak peristiwa ini juga mengilhami adanya perjuangan yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia seperti sejarah  peristiwa merah putih di Manado, sejarah peristiwa 10 November di Surabaya, dan banyak lagi hingga kemerdekaan Indonesia berdaulat dan diakui dunia internasional.

The post Peristiwa Lapangan Ikada di Jakarta 19 September 1945 appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
9 Dampak Peristiwa Konferensi Meja Bundar Bagi Indonesia /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-peristiwa-konferensi-meja-bundar Tue, 05 Nov 2019 08:04:29 +0000 /?p=5404 Konferensi Meja Bundar (KMB) atau Nederlands Indonesische Rondetafelconferentie merupakan pertemuan yang dilakukan di Deen Haag, Belanda. Konferensi ini diselenggarakan mulai 23 Agustus – 24 November 1949 antara perwakilan dari Republik…

The post 9 Dampak Peristiwa Konferensi Meja Bundar Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Konferensi Meja Bundar (KMB) atau Nederlands Indonesische Rondetafelconferentie merupakan pertemuan yang dilakukan di Deen Haag, Belanda. Konferensi ini diselenggarakan mulai 23 Agustus – 24 November 1949 antara perwakilan dari Republik Indonesia, Belanda dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) sebagai perwakilan dari berbagai negara Belanda di kepulauan Indonesia. Sejarah konferensi meja bundar ini diselenggarakan setelah usaha Belanda untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia melalui cara kekerasan tidak berhasil. Belanda bahkan mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional.

Sebelumnya telah berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi yang dilakukan antara Belanda dan Indonesia seperti perjanjian Linggarjati pada 1947, sejarah perjanjian Renville pada 1948 dan perundingan Roem Roijen pada 1949. Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi dalam sejarah berdirinya PBB yang isinya mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara RI dan memberi tuntutan untuk pemulihan pemerintahan RI serta peran Indonesia dalam hubungan internasional, juga menuntut untuk adanya kelanjutan perundingan agar tercapai penyelesaian damai antara Indonesia dan Belanda.

Jalannya Negosiasi Konferensi Meja Bundar

Konferensi ini diselenggarakan untuk mencapai Dampak peristiwa konferensi Meja Bundar dengan tujuan sebagai berikut:

  • Mengakhiri perselisihan yang terjadi antara Indonesia dan Belanda dengan pelaksanaan berbagai perjanjian yang sudah disepakati antara RI dan Belanda khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS).
  • Melalui kesepakatan dalam KMB, Indonesia akan diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda walaupun Irian Barat belum menjadi bagian dari RI.

Perundingan yang dilakukan menghasilkan sejumlah dokumen seperti Piagam Kedaulatan, Statuta Persatuan, kesepakatan ekonomi, sosial dan militer. Disepakati juga bahwa tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda, dan RI juga bersedia untuk mengambil alih kesepakatan dagang yang sebelumnya sedang dirundingkan oleh Hindia Belanda. Perdebatan terjadi dalam kasus hutang Hindia Belanda dan Papua Barat. Delegasi Indonesia sebenarnya tidak puas dan mempertanyakan mengapa RI harus membayar hutang yang digunakan untuk melakukan tindakan militer terhadap Indonesia. Namun pada akhirnya berkat intervensi AS, Indonesia menyadari bahwa itu adalah harga yang harus dibayar agar mendapatkan kedaulatan serta merupakan dampak peristiwa Konferensi Meja Bundar yang harus ditanggung.

Dalam Konferensi Meja Bundar ini, Amerika Serikat memang ikut campur dan memegang peranan penting, konon karena kegagalan perundingan akan mempengaruhi kebijakan perang dingin yang sedang mereka jalankan saat itu. begitu juga ketika Indonesia menolak usul Belanda agar Ratu Belanda menjadi kepala Uni Indonesia Belanda, AS campur tangan dengan mengusulkan Kepala Uni sebagai simbol dan perwujudan dari kerja sama yang bersifat sukarela.

Negosiasi mengenai Papua Barat juga hampir buntu karena delegasi Indonesia bersikeras bahwa wilayah Indonesia juga meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Sedangkan Belanda beralasan bahwa Papua Barat tidak memiliki kaitan etnik dengan wilayah lainnya di Indonesia. Akhirnya diperoleh kesepakatan untuk kembali merundingkan status Papua Barat dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan. Adapun hasil dari Konferensi Meja Bundar dituangkan dalam beberapa poin kesepakatan yaitu:

  • Pengakuan kedaulatan akan Republik Indonesia Serikat (RIS) dari Belanda sebagai sebuah negara merdeka.
  • Pengakuan kedaulatan harus dilakukan selambat – lambatnya pada 30 Desember 1949.
  • Status dari Propinsi Irian Barat harus ditentukan dan diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan.
  • Pembentukan Uni Indonesia – Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan Belanda, dipimpin oleh Raja Belanda.
  • RIS akan mengembalikan hak milik Belanda serta hak – hak konsesi dan memperbarui izin untuk perusahaan – perusahaan Belanda.
  • RIS harus membayar semua utang Belanda yang terjadi sejak 1942.
  • Kapal – kapal perang Belanda ditarik dari Indonesia dan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
  • Tentara Belanda akan ditarik mundur sedangkan KNIL akan dibubarkan. Anggotanya yang diperlukan kemudian akan dimasukkan sebagai bagian dari kesatuan TNI.

Dampak Konferensi Meja Bundar

Pengesahan dari kesepakatan Konferensi Meja Bundar ditandatangani pada 29 Oktober 1949 dan kemudian disampaikan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP. Setelah itu KNIP bersidang mulai tanggal 6 – 14 Desember 1949 untuk membahas hasil persetujuan KMB, yang akhirnya disetujui pada 15 Desember 1949 dan memilih Soekarno sebagai calon tunggal untuk Presiden Republik Indonesia Serikat. Soekarno dilantik pada 17 Desember 1949.

RIS dibentuk terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan negara persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Kabinet RIS dibentuk di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri yang dilantik pada 20 Desember 1949. Beberapa dampak peristiwa Konferensi Meja Bundar yang positif dan negatif bagi Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Seluruh tentara Belanda ditarik dari wilayah Republik Indonesia Serikat.
  2. Perang antara Indonesia dan Belanda berakhir dengan perginya para tentara Belanda sebagai dampak peristiwa Konferensi Meja Bundar yang positif.
  3. Belanda memberikan pengakuan terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka.
  4. Indonesia dapat segera memulai pembangunan dan membenahi kondisi negara yang masih kacau akibat perang kemerdekaan.
  5. Hutang yang dimiliki pemerintah Belanda sejak tahun 1942 sebesar 4,3 miliar gulden menjadi tanggungan pemerintah RIS sepenuhnya, dan ini adalah dampak peristiwa Konferensi Meja Bundar yang negatif.
  6. Demokrasi yang menjadi cita – cita perjuangan tidak terlaksana dengan pembentukan RIS.
  7. Tertundanya penyelesaian sejarah pengembalian Irian Barat yang akan diserahkan setahun kemudian.
  8. Republik Indonesia terpecah – pecah menjadi Negara Indonesia Timur, Negara Jawa Timur, Negara Pasundan dan Jakarta, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan lainnya.
  9. Indonesia menjadi negara serikat yang berada di bawah pengawasan pemerintah Belanda sehingga tidak sepenuhnya bebas berdaulat.

Tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan oleh kedua delegasi. Ratu Juliana, PM Dr. Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr. AM. J.A. Sassen menandatangani untuk pihak Belanda. Sedangkan Indonesia diwakili oleh Drs. Moh. Hatta dan rombongan. Pada waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH. J. Lovink juga menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Pengakuan ini berarti bahwa Belanda mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat dengan wilayah yang mencakup semua bekas jajahan Hindia Belanda kecuali Irian Barat.

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal penanda tanganan kedaulatan ini. Sekitar enam puluh tahun kemudian, pada 15 Agustus 2005 pemerintah Belanda bersedia secara resmi mengakui bahwa kemerdekaan de facto Indonesia sebenarnya berlangsung pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. Perdana Menteri Belanda, Ben Bot dalam sebuah konferensi di Jakarta menyatakan penyesalan mendalam atas penderitaan rakyat Indonesia selama empat tahun masa Revolusi Nasional walaupun tidak menyampaikan permohonan maaf secara resmi. Reaksi umum Indonesia kepada pernyataan ini adalah positif.

Menteri Luar Negeri RI saat itu, Hassan Wirajuda mengatakan bahwa setelah ini akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara. Sehubungan dengan hutang Hindia Belanda yang harus dibayar, Indonesia membayarnya sebesar 4 miliar gulden sejak 1950 – 1959 lalu memutuskan tidak melanjutkan pembayarannya. Ketahui juga mengenai peran Indonesia dalam organisasi internasional seperti  peran Indonesia dalam APECperan Indonesia dalam AFTA dan peran Indonesia dalam GNB.

The post 9 Dampak Peristiwa Konferensi Meja Bundar Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>